Kumpulan Cerpen Cinta Terbaru | Cerpen Cinta Terbaik
Kumpulan Cerpen Cinta terbaru tentu sangat dinantikan para pembaca setia cerita pendek, nah dibawah ini adalah daftar cerpen bertma cinta yang layak anda baca. tentu menarik bukan melihat kisah cinta remaja yang romantis dituangkan dalam sebuah karya seni berbentuk cerpen seperti ini.
langsung saja kini saatnya cerpen bertema cinta kami sajikan untuk anda para muda-mudi. beberpa kata dibawah ini bisa anda gunakan untuk motivasi dalam mengejar cinta sejati anda. nah langsung saja ini dia daftarnya . . .
Cerpen Cinta Terbaru :
PEREMPUAN YANG BERTUTUR PADAKU
Jari-jari lentikmu menggamit sebatang rokok lagi. Mungkin batang yang ketujuh malam ini. Asap mengepul pekat, lekat dalam lamunanmu. Kau jeda sejenak sebelum meneruskan cerita itu lagi. Aku mulai mual karena asap-asap itu menerobos masuk ke paru-paru. Aku bukan perokok tapi aku bertahan, demi kamu. Bahkan, saat derai gerimis mulai menghajar seru.
“Bagaimana itu berawal?” Tanyaku. “Ha.. ha..” kau mulai dengan tawamu yang berderai seperti derai gerimis dan kita tak pernah peduli dengan gerimis ini. Walau basah menjamah baju-baju ini tapi kita tetap nikmati percakapan ini. Dingin seperti meghilang karena kehangatan yang hadir berhasil mengusirnya. Pohon mangga yang melingkupi tempat duduk yang basah ini, mengayunkan rantingnya yang penuh dedaunan untuk memercikan air ke tubuh kita. Sedang kita tenggelam dalam ceritamu. Dengan duduk di atas kursi kayu panjang tanpa meja, tak ada teman selain kita kecuali dua cangkir sisa Capuccino yang tertutup, kau taruh sembarangan di bawah kursi yang kita duduki. “Aku sudah merokok sejak SMP”, kau mulai memungut kembali kepingan kaleidoskop hidupmu. “Sejak SMP kelas dua tepatnya. Senior-seniorku di kampung yang mengajariku bagaimana menikmati rokok. So, jangan selalu berfikir kampung itu alim, pergaulannya tak seperti di kota. Aku bisa pastikan, tak jauh beda!” Kau mendesah lalu menghisap, membiarkan asap rokokmu membentuk lingkaran-lingkaran di tengah dingin dan derai gerimis. “Itu gunanya teve!” Kau seperti menarik kesimpulan.
Lalu kau melanjutkan. “Aku tumbuh di lingkungan yang memungkinkanku menjadi gadis yang periang, gampang percaya dan mudah bergaul. Itu mungkin yang jadi masalah utama bagiku”, kau jentikkan jari telunjukmu ke rokokmu, debu rokok berguguran di sampingmu. “Masih lekat dalam ingatanku, tiap ada kumpulan muda-mudi di kampung, disitulah dimulainya transfer pengalaman dari senior ke yunior. Biasanya, selalu ada pertemuan rutin muda-mudi. Selepas arisan atau rapat, kami ngumpul. Awalnya, yang perempuan dengan perempuan dan yang laki-laki dengan laki-laki. Lalu kami bentuk semacam genk, hanya sedikit yang tidak ikut. Kami selalu mengolok-olok yang tidak ikut sebagai orang kolot! Kuper! Kampungan! Ha…ha.. Padahal kami semua orang kampung, ya?!” Tawamu kembali berderai seperti menyambut derai gerimis yang memayungi wajahmu. Bunting-bunting air meleleh pelan di pipimu menuju ke dagu. Sejuk. Kupikir saat itu tak ada yang lebih menyejukkan daripada pipimu.
“Tiap malam minggu genk kami ngumpul. Awalnya, kami yang yunior, yang masih SMP hanya coba-coba merokok. Sebatang-dua batang. Makin lama kami nyoba ikut menegak minuman, satu-dua rolling. Tapi jangan salah, kami tak pernah nyoba nge-drugs! Hanya rokok dan minum. Soal minuman, kami lebih suka ciu atau topi miring. Pertama nyoba mau muntah. Baunya menyengat, hidungku serasa ditusuk-tusuk jarum. Tapi keinginan untuk jadi anggota genk, biar gak diolok-olok, membuatku bertahan. Saat minuman mulai menerobos tenggorokan, tenggorokan ini serasa terbakar. Rasanya pening, saat itu dunia seolah gelap dan berputar-putar seperti komedi putar yang di tarik kencang”, kau berjeda sejenak seraya menata rambutmu yang terkulai basah yang melekat pada jaket coklat matang-mu. Kau terlihat alami dengan rambut yang basah. Ah.. mirip Dian Sastro? Bukan! E.. Luna Maya? Tidak juga, karena matamu tak sebiru miliknya. Nah.. seperti bidadari selepas mandi!
Lau, kau menatap mataku dalam, seperti ingin mencari sesuatu. Dan sepertinya kau tak menemukan apa-apa. Hanya biji matamu yang besar sedikit mengerling. Entah apa maksudnya. Membaca matamu memang pekerjaan paling susah. Seperti waktu aku sekolah dulu yang selalu ketakutan bila bertemu soal matematika, begitu pula saat aku berusaha membaca matamu. Takut. Entah karena apa. Ataukah takut jangan-jangan aku bisa mengetahui yang sebenarnya di balik semua tatapanmu?
Kau lanjutkan lagi ceritamu sedang aku tetap diam. “Senior-senior itu kupikir, memang kurang ajar! Selepas kami sering ikut, mereka mulai minta uang pada kami. Kadang, mereka malah tak ikutan patungan sama sekali untuk membeli minuman. Cuiihhh! Dasar perempuan-perempuan murahan!” Kau lempar muka ke samping. “Mereka juga mengajari kami bagaimana harus cari pacar yang bisa diporoti! Hi..hi..hi… Sekarang aku sadar. Aku juga murahan!” Kau seperti mengutuk lalu menertawakan diri sendiri. Kamu tergelak, mengadah, mempertontonkan lehermu yang berjenjang dan sesuatu mendorong-dorong dari dalam dadaku. Tapi aku tetap diam.
“Tak sampai setahun, kami para yunior, telah sama mahirnya dengan para senior. Kami juga mulai sembarangan, kadang kami ngajak genk laki-laki untuk bergabung bersama kami. Bayangkan apa yang terjadi. Kacau! Dan kamu tahu? Orang tua kami seperti mendiamkan. Keterlaluan!” Kau geleng-gelengkan kepalamu seraya tersenyum, seperti tak percaya. Lalu kau buang putung rokok yang tersisa, menarik satu tanganku lalu menggosok-gosoknya dengan kedua tanganmu. Aku biarkan saja. “Aku mulai merasa dingin. Biar gak dingin, ya?!” Katamu. Aku cuma mengangguk, buyar senyum tak tertahan dari wajahku.
Kau masih memainkan jari-jariku, kadang menempelkannya di pipimu, di bibirmu dan aku masih pegang kendali alam bawah sadarku… “Dan, entah kapan kejadiannya. Mungkin saat itu aku telah SMA. Aku kehilangan keperawananku...”, suaramu kali ini terdengar letih, berat. “Sesungguhnya, swear!” Kau acungkan dua telunjukmu untuk meyakinkanku. “Aku termasuk orang yang conservative bila bicara soal seks.” (Menurutku, pilihan katamu kurang tepat!) “Dan aku bangga mengakui hal itu. Aku orang yang menjunjung tinggi keperawanan, tapi mungkin memang nasib. Karena mabuk berat bersama teman, aku tak tahu kapan dan siapa yang merenggut mahkotaku, bahkan di mana?!” Kau gelengkan kepalamu lagi sambil tersenyum kecut. Gigi-gigi kokohmu menggigit bibirmu yang merah. “Dan.. Aku memang menyesal. Menyesaaal sekali! Dunia serasa berakhir saat itu juga”, katamu lirih. “Namun, berawal dari itu juga, aku mulai gila!” Kali ini kau seperti berteriak. “Aku jadi lebih berani bergaul dengan teman laki-laki. Terlanjur basah! Pikirku”, kau menoleh dan menatap kosong ke samping, seperti menebar lamunan di hadapanku. Menyesali perjalanan hidupmu yang melelahkan yang telah lalu.
Kau lepaskan tanganku dari kedua tanganmu lalu menyalakan rokok kembali. Karena basah, rokokmu jadi sering mati dan kau pun kesulitan menyalakannya kembali. Aku mencoba membantu menyulutnya. “Terima kasih. Mulai saat itu, aku pintar cari lelaki. Dengan modal tampang yang cantik ini!” Kau terlihat begitu percaya diri saat berucap seperti itu. Memang benar, kamu cantik. Amat cantik bahkan, batinku. “Kadang, bahkan aku bisa punya tiga pacar sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Dan, tak ada satu pun dari mereka yang tak mau berkorban demi aku. Mereka semua orang yang kaya atau paling tidak bisa mendapatkan uang yang aku butuhkan. Maklum, biaya hidup makin mahal jadi aku tak bisa terus gantungkan hidupku hanya dari orang tua. Apalagi aku anak kost karena jarak rumah dan sekolahku cukup jauh”, kau berjeda sejenak seperti berfikir. “Huh… Jauh dari orang tua membikin hobi keluar malamku makin lama menjadi-jadi. Selalu ada saja alasan untuk itu. Dan aku jadi sering bolos sekolah. Namun, dengan keadaan seperti itu, malah memudahkanku untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku bisa beli HP yang lagi nge-trend, bisa ngisi pulsa tanpa keluar uang sepeser pun. Pakaian. Bisa beli make-up untuk jaga penampilan. Semua dari pacar-pacarku. Tapi, memang butuh keahlian tersendiri untuk bisa berbagi waktu untuk mereka. Aku mencoba untuk tak pernah serius dengan mereka dan ketika salah satu dari mereka mengetahui siapa aku, berapa pacarku, aku langsung putus hubungan dengan mereka semua. Ganti nomor baru, cari korban baru. Dengan potensiku dan kebodohan mereka, hal itu semudah membalikkan telapak tanganku”, kau balikkan satu telapak tanganmu, seolah menunjukkan betapa mudahnya kau melakukan itu.
“Ha..ha.. Kadang aku berfikir kalian itu mirip kerbau. Jinak! Kalian terlalu lemah berhadapan dengan kecantikan. Kami hanya perlu bersikap lemah lembut, sok alim dan kalian pasti langsung percaya pada kami”, kau seperti sedang mengolok-olokku. “Ehm.. Tapi anehnya sejak pertama kita ketemu, aku percaya kamu tidak seperti itu”, kau kembali menatapku lebih dalam, mencoba mencari jawaban. Aku coba alihkan tatapanku. Kau matikan rokokmu seraya berkata, “Ini rokok terakhirku. Aku berhenti demi kamu.” Lalu kau angkat kedua tanganmu dan menaruhnya di kedua pipiku. Hangat serta-merta menjalari sebujur tubuhku, dada ini kembali bergelora tapi aku tetap diam. Kami kembali bertatapan. Kali ini aku berjuang keras mengatasi ketakutanku. Cukup lama. Aku jadi memahami kenapa para lelaki itu begitu mudah kau jinakkan! Kamu benar-benar memahami keinginan laki-laki, bahkan saat masih mereka simpan jauh dalam hati. Mungkin beberapa menit telah lewat dan kita diam dengan posisi seperti itu, tapi kau tak menatapku lagi melainkan tertekuk. Bulir air gerimis meleleh melalui hidungmu yang menunduk. Huiihhh...!!! Aku lagi-lagi jadi memaklumi kenapa para lelaki jadi begitu lemah menghadapi kecantikan. Dan menurutku, kau adalah kecantikan itu sendiri.
Kau lepaskan kedua tanganmu dari wajahku selepas mengusap air yang masih membasahi wajahku. “Sekarang sudah hangat kan?” Kau bertanya sembari sunggingkan senyum di pojok bibirmu. Aku seolah ingin, saat itu juga, waktu berhenti untuk memberiku momen lebih untuk menikmatinya. Dan, aku hanya mampu mengangguk. “Aku lanjutkan ceritaku lagi, ya?” Kau seperti minta ijin padaku. “Namun dibalik petualanganku itu, satu kali, aku pernah benar-benar jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta! Cinta yang akhirnya membawaku sampai di sini. Dia adalah guru baru di sekolahku. Tak ganteng amat tapi dia berbeda dengan laki-laki yang pernah aku kenal. Mungkin karena dia terlihat lebih dewasa daripada para lelaki bodoh itu. Tiap mengajar, dia seperti tengah menghipnotis kami. Cara bicaranya, cara jalannya, caranya menatap. Semuanya. Seolah membuatku merasa orang yang paling berdosa. Sepertinya dia lelaki alim. Seperti kamu, ya.. hi..hi..”, tawamu berderai lagi.
“Dan ternyata, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Dia mencintaiku juga. Namun, tak lama selekasnya, dia pindah kerja ke kota ini. Harapanku terhadapnya tetap menggunung karena dia berjanji menikahiku, menerimaku apa adanya. Ha..ha.. Aku malu kalau mengingat-ingat peristiwa itu. Seperti cerita-cerita cinta di teenlit ya?!” Kau berjeda sejenak, menghela nafas. “Dia bahkan berjanji takkan menyentuhku, sebelum aku menikah dengannya. Tak butuh waktu lama buatku untuk membuat keputusan ikut dengannya ke kota ini. Bahkan tanpa ijin dari orang tuaku karena cinta telah membutakanku. Akhirnya, sampailah aku ke kota ini. Kota yang memenjarakanku dalam kegelapan, sebelum aku bertemu denganmu, tentunya…”, kau menatapku lagi, tersenyum manja. Lalu, kau lanjutkan ceritamu. “Tak lama selepas aku ikut dengannya, kebusukan perlahan kutemukan pada lelaki itu. Dia memang tak menyentuhku tapi dia sedikit mulai kasar terhadapku. Lalu lama-kelamaan, dia bilang aku adalah beban baginya. Dan, mimpi buruk itu akhirnya datang juga. Dia rampas hartaku yang tersisa lalu menjualku ke teman tidurnya, seorang mucikari. Ha..ha.. Dia seorang gay ternyata! Cuihh… Disitulah hidupku yang gelap dimulai. Aku bahkan tak tahu segelap apa hidupku itu. Masih adakah nyala yang bisa menerangi jalanku?” Kau nyaris menangis lalu terdiam, menatapku dengan rasa sayang yang paling mungkin terlukiskan. “Dan.. Aku harap nyala itu adalah kamu..”, kau hentikan ceritamu bersamaan dengan berhentinya gerimis yang sejak tadi membasahi kami. Air bunting menetes pelan dari kedua pipimu. Aku berusaha menenangkanmu. Kali ini aku memelukmu, menyentuh lembut keningmu dengan bibirku. Erat dan hangat. Kau mulai tenang dan senyum membuyar dari wajahmu.
Lalu, kami berjalan bersama menuju rumah, menerobos gelap menuju terang rumah. Mungkinkah kau adalah pilihan tepat buatku? Ataukah Tuhan memilihku untuk menerangi jalan perempuan malang ini. Tapi … aku jadi teringat pesan ibu dan prinsip-prinsip dalam hidupku. Ibu, satu-satunya orang yang selalu kudengarkan tiap nasehatnya. “Hati-hati di kota. Kerja yang baik! Kalau cari istri hati-hati! Jangan sekedar cari teman tidur tapi carilah ibu bagi anak-anak kamu…”, kata ibu sebelum melepasku ke kota ini. Ya Tuhan! Maafkan aku. Bukankah Engkau Maha Pengampun dan aku juga harus punya tempat untuk orang-orang yang telah menyesali perilakunya dulu, seperti perempuan ini? Dan kupikir, tak ada salahnya kalau aku berharap dia akan jadi bagian dari hidupku. Ibu atau siapa pun tak perlu tahu rekam jejak hidupmu.
Kau memang luar biasa. Kau seperti guru yang mengajari muridnya tentang pelajaran pertama. Malam ini, aku benar-benar bisa menikmati tiap lekuk keindahanmu. Pengalaman pertama dalam hidupku dan kulalui itu dengan penuh gairah. Dan, kau akhirnya tertidur pulas tapi tidak dengan aku. Gelap makin pekat selimuti malam ini. Bintang-bintang tetap enggan mendandani langit walau derai gerimis menghilang dari langit hitam. Bulan pun seperti malu, dia bersembunyi sejak sore tadi. Kamar ini sepi, hanya ada aku dan kamu. Tapi mataku tetap terjaga. Aku masih berfikir keras tentang hidupku dan hidupmu. Haruskah aku melanjutkan kisah ini? Menjadikan kau ibu dari anak-anakku? Aku memang terlanjur mengasihimu. Tapi kata-kata ibu, prinsip-prinsip hidupku, terus berputar-putar kembali di otakku. Cukup lama, akhirnya, aku putuskan untuk menulis surat ini. Dan, aku pun tak tahu apakah aku akan menyesali keputusanku ini.
Maaf, bukan berarti aku menghianatimu bukan pula berarti aku tak mencintaimu. Tidak! Jangan salah! Aku sangat mencintaimu, dengan sepenuh hatiku bahkan. Tapi hidup kita memang berbeda. Sama sekali berbeda. Kau bukan seseorang yang kucari selama ini. Aku menyesal telah menikmati malam ini bersamamu, aku berdosa!! Tapi itu akan jadi kenangan terindah dalam hidupku. Sekali lagi maafkan aku. Aku tahu kau akan marah dan mengutukku. Tapi tak ada pilihan yang lebih baik buatku. Dan, soal uang yang tak banyak ini, bukan berarti aku tak menghargaimu. Aku ingin kau gunakan uang ini untuk pulang kembali kepada orang tuamu. Mereka pasti akan menerimamu dengan baik. Hiduplah tenang disana, suatu saat nanti, pasti seseorang yang tepat akan membawa kebahagiaan ke dalam hidupmu. Percayalah! Tuhan takkan pernah menyia-nyiakan penyesalanmu. Sekian… Cintamu, Basiludin.
Jari-jari lentikmu menggamit sebatang rokok lagi. Mungkin batang yang ketujuh malam ini. Asap mengepul pekat, lekat dalam lamunanmu. Kau jeda sejenak sebelum meneruskan cerita itu lagi. Aku mulai mual karena asap-asap itu menerobos masuk ke paru-paru. Aku bukan perokok tapi aku bertahan, demi kamu. Bahkan, saat derai gerimis mulai menghajar seru.
“Bagaimana itu berawal?” Tanyaku. “Ha.. ha..” kau mulai dengan tawamu yang berderai seperti derai gerimis dan kita tak pernah peduli dengan gerimis ini. Walau basah menjamah baju-baju ini tapi kita tetap nikmati percakapan ini. Dingin seperti meghilang karena kehangatan yang hadir berhasil mengusirnya. Pohon mangga yang melingkupi tempat duduk yang basah ini, mengayunkan rantingnya yang penuh dedaunan untuk memercikan air ke tubuh kita. Sedang kita tenggelam dalam ceritamu. Dengan duduk di atas kursi kayu panjang tanpa meja, tak ada teman selain kita kecuali dua cangkir sisa Capuccino yang tertutup, kau taruh sembarangan di bawah kursi yang kita duduki. “Aku sudah merokok sejak SMP”, kau mulai memungut kembali kepingan kaleidoskop hidupmu. “Sejak SMP kelas dua tepatnya. Senior-seniorku di kampung yang mengajariku bagaimana menikmati rokok. So, jangan selalu berfikir kampung itu alim, pergaulannya tak seperti di kota. Aku bisa pastikan, tak jauh beda!” Kau mendesah lalu menghisap, membiarkan asap rokokmu membentuk lingkaran-lingkaran di tengah dingin dan derai gerimis. “Itu gunanya teve!” Kau seperti menarik kesimpulan.
Lalu kau melanjutkan. “Aku tumbuh di lingkungan yang memungkinkanku menjadi gadis yang periang, gampang percaya dan mudah bergaul. Itu mungkin yang jadi masalah utama bagiku”, kau jentikkan jari telunjukmu ke rokokmu, debu rokok berguguran di sampingmu. “Masih lekat dalam ingatanku, tiap ada kumpulan muda-mudi di kampung, disitulah dimulainya transfer pengalaman dari senior ke yunior. Biasanya, selalu ada pertemuan rutin muda-mudi. Selepas arisan atau rapat, kami ngumpul. Awalnya, yang perempuan dengan perempuan dan yang laki-laki dengan laki-laki. Lalu kami bentuk semacam genk, hanya sedikit yang tidak ikut. Kami selalu mengolok-olok yang tidak ikut sebagai orang kolot! Kuper! Kampungan! Ha…ha.. Padahal kami semua orang kampung, ya?!” Tawamu kembali berderai seperti menyambut derai gerimis yang memayungi wajahmu. Bunting-bunting air meleleh pelan di pipimu menuju ke dagu. Sejuk. Kupikir saat itu tak ada yang lebih menyejukkan daripada pipimu.
“Tiap malam minggu genk kami ngumpul. Awalnya, kami yang yunior, yang masih SMP hanya coba-coba merokok. Sebatang-dua batang. Makin lama kami nyoba ikut menegak minuman, satu-dua rolling. Tapi jangan salah, kami tak pernah nyoba nge-drugs! Hanya rokok dan minum. Soal minuman, kami lebih suka ciu atau topi miring. Pertama nyoba mau muntah. Baunya menyengat, hidungku serasa ditusuk-tusuk jarum. Tapi keinginan untuk jadi anggota genk, biar gak diolok-olok, membuatku bertahan. Saat minuman mulai menerobos tenggorokan, tenggorokan ini serasa terbakar. Rasanya pening, saat itu dunia seolah gelap dan berputar-putar seperti komedi putar yang di tarik kencang”, kau berjeda sejenak seraya menata rambutmu yang terkulai basah yang melekat pada jaket coklat matang-mu. Kau terlihat alami dengan rambut yang basah. Ah.. mirip Dian Sastro? Bukan! E.. Luna Maya? Tidak juga, karena matamu tak sebiru miliknya. Nah.. seperti bidadari selepas mandi!
Lau, kau menatap mataku dalam, seperti ingin mencari sesuatu. Dan sepertinya kau tak menemukan apa-apa. Hanya biji matamu yang besar sedikit mengerling. Entah apa maksudnya. Membaca matamu memang pekerjaan paling susah. Seperti waktu aku sekolah dulu yang selalu ketakutan bila bertemu soal matematika, begitu pula saat aku berusaha membaca matamu. Takut. Entah karena apa. Ataukah takut jangan-jangan aku bisa mengetahui yang sebenarnya di balik semua tatapanmu?
Kau lanjutkan lagi ceritamu sedang aku tetap diam. “Senior-senior itu kupikir, memang kurang ajar! Selepas kami sering ikut, mereka mulai minta uang pada kami. Kadang, mereka malah tak ikutan patungan sama sekali untuk membeli minuman. Cuiihhh! Dasar perempuan-perempuan murahan!” Kau lempar muka ke samping. “Mereka juga mengajari kami bagaimana harus cari pacar yang bisa diporoti! Hi..hi..hi… Sekarang aku sadar. Aku juga murahan!” Kau seperti mengutuk lalu menertawakan diri sendiri. Kamu tergelak, mengadah, mempertontonkan lehermu yang berjenjang dan sesuatu mendorong-dorong dari dalam dadaku. Tapi aku tetap diam.
“Tak sampai setahun, kami para yunior, telah sama mahirnya dengan para senior. Kami juga mulai sembarangan, kadang kami ngajak genk laki-laki untuk bergabung bersama kami. Bayangkan apa yang terjadi. Kacau! Dan kamu tahu? Orang tua kami seperti mendiamkan. Keterlaluan!” Kau geleng-gelengkan kepalamu seraya tersenyum, seperti tak percaya. Lalu kau buang putung rokok yang tersisa, menarik satu tanganku lalu menggosok-gosoknya dengan kedua tanganmu. Aku biarkan saja. “Aku mulai merasa dingin. Biar gak dingin, ya?!” Katamu. Aku cuma mengangguk, buyar senyum tak tertahan dari wajahku.
Kau masih memainkan jari-jariku, kadang menempelkannya di pipimu, di bibirmu dan aku masih pegang kendali alam bawah sadarku… “Dan, entah kapan kejadiannya. Mungkin saat itu aku telah SMA. Aku kehilangan keperawananku...”, suaramu kali ini terdengar letih, berat. “Sesungguhnya, swear!” Kau acungkan dua telunjukmu untuk meyakinkanku. “Aku termasuk orang yang conservative bila bicara soal seks.” (Menurutku, pilihan katamu kurang tepat!) “Dan aku bangga mengakui hal itu. Aku orang yang menjunjung tinggi keperawanan, tapi mungkin memang nasib. Karena mabuk berat bersama teman, aku tak tahu kapan dan siapa yang merenggut mahkotaku, bahkan di mana?!” Kau gelengkan kepalamu lagi sambil tersenyum kecut. Gigi-gigi kokohmu menggigit bibirmu yang merah. “Dan.. Aku memang menyesal. Menyesaaal sekali! Dunia serasa berakhir saat itu juga”, katamu lirih. “Namun, berawal dari itu juga, aku mulai gila!” Kali ini kau seperti berteriak. “Aku jadi lebih berani bergaul dengan teman laki-laki. Terlanjur basah! Pikirku”, kau menoleh dan menatap kosong ke samping, seperti menebar lamunan di hadapanku. Menyesali perjalanan hidupmu yang melelahkan yang telah lalu.
Kau lepaskan tanganku dari kedua tanganmu lalu menyalakan rokok kembali. Karena basah, rokokmu jadi sering mati dan kau pun kesulitan menyalakannya kembali. Aku mencoba membantu menyulutnya. “Terima kasih. Mulai saat itu, aku pintar cari lelaki. Dengan modal tampang yang cantik ini!” Kau terlihat begitu percaya diri saat berucap seperti itu. Memang benar, kamu cantik. Amat cantik bahkan, batinku. “Kadang, bahkan aku bisa punya tiga pacar sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Dan, tak ada satu pun dari mereka yang tak mau berkorban demi aku. Mereka semua orang yang kaya atau paling tidak bisa mendapatkan uang yang aku butuhkan. Maklum, biaya hidup makin mahal jadi aku tak bisa terus gantungkan hidupku hanya dari orang tua. Apalagi aku anak kost karena jarak rumah dan sekolahku cukup jauh”, kau berjeda sejenak seperti berfikir. “Huh… Jauh dari orang tua membikin hobi keluar malamku makin lama menjadi-jadi. Selalu ada saja alasan untuk itu. Dan aku jadi sering bolos sekolah. Namun, dengan keadaan seperti itu, malah memudahkanku untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku bisa beli HP yang lagi nge-trend, bisa ngisi pulsa tanpa keluar uang sepeser pun. Pakaian. Bisa beli make-up untuk jaga penampilan. Semua dari pacar-pacarku. Tapi, memang butuh keahlian tersendiri untuk bisa berbagi waktu untuk mereka. Aku mencoba untuk tak pernah serius dengan mereka dan ketika salah satu dari mereka mengetahui siapa aku, berapa pacarku, aku langsung putus hubungan dengan mereka semua. Ganti nomor baru, cari korban baru. Dengan potensiku dan kebodohan mereka, hal itu semudah membalikkan telapak tanganku”, kau balikkan satu telapak tanganmu, seolah menunjukkan betapa mudahnya kau melakukan itu.
“Ha..ha.. Kadang aku berfikir kalian itu mirip kerbau. Jinak! Kalian terlalu lemah berhadapan dengan kecantikan. Kami hanya perlu bersikap lemah lembut, sok alim dan kalian pasti langsung percaya pada kami”, kau seperti sedang mengolok-olokku. “Ehm.. Tapi anehnya sejak pertama kita ketemu, aku percaya kamu tidak seperti itu”, kau kembali menatapku lebih dalam, mencoba mencari jawaban. Aku coba alihkan tatapanku. Kau matikan rokokmu seraya berkata, “Ini rokok terakhirku. Aku berhenti demi kamu.” Lalu kau angkat kedua tanganmu dan menaruhnya di kedua pipiku. Hangat serta-merta menjalari sebujur tubuhku, dada ini kembali bergelora tapi aku tetap diam. Kami kembali bertatapan. Kali ini aku berjuang keras mengatasi ketakutanku. Cukup lama. Aku jadi memahami kenapa para lelaki itu begitu mudah kau jinakkan! Kamu benar-benar memahami keinginan laki-laki, bahkan saat masih mereka simpan jauh dalam hati. Mungkin beberapa menit telah lewat dan kita diam dengan posisi seperti itu, tapi kau tak menatapku lagi melainkan tertekuk. Bulir air gerimis meleleh melalui hidungmu yang menunduk. Huiihhh...!!! Aku lagi-lagi jadi memaklumi kenapa para lelaki jadi begitu lemah menghadapi kecantikan. Dan menurutku, kau adalah kecantikan itu sendiri.
Kau lepaskan kedua tanganmu dari wajahku selepas mengusap air yang masih membasahi wajahku. “Sekarang sudah hangat kan?” Kau bertanya sembari sunggingkan senyum di pojok bibirmu. Aku seolah ingin, saat itu juga, waktu berhenti untuk memberiku momen lebih untuk menikmatinya. Dan, aku hanya mampu mengangguk. “Aku lanjutkan ceritaku lagi, ya?” Kau seperti minta ijin padaku. “Namun dibalik petualanganku itu, satu kali, aku pernah benar-benar jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta! Cinta yang akhirnya membawaku sampai di sini. Dia adalah guru baru di sekolahku. Tak ganteng amat tapi dia berbeda dengan laki-laki yang pernah aku kenal. Mungkin karena dia terlihat lebih dewasa daripada para lelaki bodoh itu. Tiap mengajar, dia seperti tengah menghipnotis kami. Cara bicaranya, cara jalannya, caranya menatap. Semuanya. Seolah membuatku merasa orang yang paling berdosa. Sepertinya dia lelaki alim. Seperti kamu, ya.. hi..hi..”, tawamu berderai lagi.
“Dan ternyata, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Dia mencintaiku juga. Namun, tak lama selekasnya, dia pindah kerja ke kota ini. Harapanku terhadapnya tetap menggunung karena dia berjanji menikahiku, menerimaku apa adanya. Ha..ha.. Aku malu kalau mengingat-ingat peristiwa itu. Seperti cerita-cerita cinta di teenlit ya?!” Kau berjeda sejenak, menghela nafas. “Dia bahkan berjanji takkan menyentuhku, sebelum aku menikah dengannya. Tak butuh waktu lama buatku untuk membuat keputusan ikut dengannya ke kota ini. Bahkan tanpa ijin dari orang tuaku karena cinta telah membutakanku. Akhirnya, sampailah aku ke kota ini. Kota yang memenjarakanku dalam kegelapan, sebelum aku bertemu denganmu, tentunya…”, kau menatapku lagi, tersenyum manja. Lalu, kau lanjutkan ceritamu. “Tak lama selepas aku ikut dengannya, kebusukan perlahan kutemukan pada lelaki itu. Dia memang tak menyentuhku tapi dia sedikit mulai kasar terhadapku. Lalu lama-kelamaan, dia bilang aku adalah beban baginya. Dan, mimpi buruk itu akhirnya datang juga. Dia rampas hartaku yang tersisa lalu menjualku ke teman tidurnya, seorang mucikari. Ha..ha.. Dia seorang gay ternyata! Cuihh… Disitulah hidupku yang gelap dimulai. Aku bahkan tak tahu segelap apa hidupku itu. Masih adakah nyala yang bisa menerangi jalanku?” Kau nyaris menangis lalu terdiam, menatapku dengan rasa sayang yang paling mungkin terlukiskan. “Dan.. Aku harap nyala itu adalah kamu..”, kau hentikan ceritamu bersamaan dengan berhentinya gerimis yang sejak tadi membasahi kami. Air bunting menetes pelan dari kedua pipimu. Aku berusaha menenangkanmu. Kali ini aku memelukmu, menyentuh lembut keningmu dengan bibirku. Erat dan hangat. Kau mulai tenang dan senyum membuyar dari wajahmu.
Lalu, kami berjalan bersama menuju rumah, menerobos gelap menuju terang rumah. Mungkinkah kau adalah pilihan tepat buatku? Ataukah Tuhan memilihku untuk menerangi jalan perempuan malang ini. Tapi … aku jadi teringat pesan ibu dan prinsip-prinsip dalam hidupku. Ibu, satu-satunya orang yang selalu kudengarkan tiap nasehatnya. “Hati-hati di kota. Kerja yang baik! Kalau cari istri hati-hati! Jangan sekedar cari teman tidur tapi carilah ibu bagi anak-anak kamu…”, kata ibu sebelum melepasku ke kota ini. Ya Tuhan! Maafkan aku. Bukankah Engkau Maha Pengampun dan aku juga harus punya tempat untuk orang-orang yang telah menyesali perilakunya dulu, seperti perempuan ini? Dan kupikir, tak ada salahnya kalau aku berharap dia akan jadi bagian dari hidupku. Ibu atau siapa pun tak perlu tahu rekam jejak hidupmu.
Kau memang luar biasa. Kau seperti guru yang mengajari muridnya tentang pelajaran pertama. Malam ini, aku benar-benar bisa menikmati tiap lekuk keindahanmu. Pengalaman pertama dalam hidupku dan kulalui itu dengan penuh gairah. Dan, kau akhirnya tertidur pulas tapi tidak dengan aku. Gelap makin pekat selimuti malam ini. Bintang-bintang tetap enggan mendandani langit walau derai gerimis menghilang dari langit hitam. Bulan pun seperti malu, dia bersembunyi sejak sore tadi. Kamar ini sepi, hanya ada aku dan kamu. Tapi mataku tetap terjaga. Aku masih berfikir keras tentang hidupku dan hidupmu. Haruskah aku melanjutkan kisah ini? Menjadikan kau ibu dari anak-anakku? Aku memang terlanjur mengasihimu. Tapi kata-kata ibu, prinsip-prinsip hidupku, terus berputar-putar kembali di otakku. Cukup lama, akhirnya, aku putuskan untuk menulis surat ini. Dan, aku pun tak tahu apakah aku akan menyesali keputusanku ini.
Maaf, bukan berarti aku menghianatimu bukan pula berarti aku tak mencintaimu. Tidak! Jangan salah! Aku sangat mencintaimu, dengan sepenuh hatiku bahkan. Tapi hidup kita memang berbeda. Sama sekali berbeda. Kau bukan seseorang yang kucari selama ini. Aku menyesal telah menikmati malam ini bersamamu, aku berdosa!! Tapi itu akan jadi kenangan terindah dalam hidupku. Sekali lagi maafkan aku. Aku tahu kau akan marah dan mengutukku. Tapi tak ada pilihan yang lebih baik buatku. Dan, soal uang yang tak banyak ini, bukan berarti aku tak menghargaimu. Aku ingin kau gunakan uang ini untuk pulang kembali kepada orang tuamu. Mereka pasti akan menerimamu dengan baik. Hiduplah tenang disana, suatu saat nanti, pasti seseorang yang tepat akan membawa kebahagiaan ke dalam hidupmu. Percayalah! Tuhan takkan pernah menyia-nyiakan penyesalanmu. Sekian… Cintamu, Basiludin.
TANGISANKU BUKAN UNTUKNYA
Saat itu Mira sibuk memilih buku yang akan berguna baginya sebagai siswi baru . Selain itu , tak ketinggalan ia membeli komik “conan” favoritnya . Dan komik yang ia cari sekarang itu komik edisi 56 , wah..itu kan udah lama. Mira ingin membelinya karena ia kelewatan satu volume itu , kalau yg lain sih dia udah ada .
Kebetulan saat itu komik “conan” edisi 56 tinggal satu . Dan beruntung sekali ia yang menemukannya. “Wah , jodoh banget . Komik conan yang kusayang. Kau akan segera menjadi milikku hohoho” . Baru saja tangan mira menyentuh ujung covernya , tangan seseorang telah dahulu mengambilnya .
“Eits , itu punya gue” Mira berusaha menambil komik dari tangan cowok tinggi , dan lumayan tampan itu . Cowok itu memelototinya . “Siapa duluan , dia dapat” Kata si cowok sambil pergi. Sesaat mira melongo,lalu...
“Gila!cowok rese , gila gila gila!!??” Mira berteriak memaki cowok itu . Sedangkan yang dimaki telah ke kasir dan mencibir ke arahnya. Mira masih marah , sesaat semua mata tertuju pada mira yang berteriak , muka mira merah karena malu dan emosi . Ia segera membungkuk dan minta maaf .
Esokpaginya… Tania menelfon mira yang masih belum datang ke sekolah pada hari pertama ospek.
“Mira!! Elo dimana?? Ini hari pertama ospek , mir . Gak masuk lo?”
Pertanyaan bertubi tubi datang dari sobat nya itu.
“Iyee.. gue lagi di jalan nih! Berisik amat… ntar deh gue ceritain kenapa gue terlambat. Udah ya,, bye”. Kata mira sambil memutuskan panggilannya.
Sesampainya di sekolah , Mira melihat kesana sini . “Waduh..gimana nih? Udah sepi lagi , pasti udah pada ngumpul nih, gawat!!”Mira memukul kepalanya sendiri dengan kepalan tangannya. Setelah lama mira merutuki dirinya , ia menyadari ada orang berdiri di belakangnya. Reflex mira berbalik . Dan sepertinya ia berhadapan dengan panitia ospek. “Ehm..siswi baru , hari pertama ospek dan ter-lam-bat!kemana aja lo?” Kata cewek itu dengan judes. “ oh, maaf kak saya terlambat..” Kata mira membungkukkan sedikit badannya.”Gue juga tau , bego! Yg gue Tanya kemana aja lo? Jam segini baru nyampe”. Mira hanya diam dan menunduk mendengar ocehan cewek judes di depannya. Cewek judes itu melihat mira dari atas sampai bawah . Tampaknya ia juga sedikit iri melihat mira jauh lebih cantik darinya. Tapi, ia tak mau kelihatan norak dengan memuji mira. Ia malah menghukum mira dengan alasan keterlambatannya.
“Dasar! Lo pake nih. Dan berdiri di sana hingga istirahat nanti!!”Cewek judes itu memberi mira papan yang digantungkan di leher dengan tulisan (GUE TELAT KARENA BEGO’) . Mira memakainya ditengah lapangan dengan benar benar malu . Ia terus terusan mengumpat si cewe judes itu dalam hatinya.
Saat istirahat tiba , mira benar benar merasa cemas . Gimana kalo orang orang keluar dan liat gue kayak gini. Gimana ni nasib gue?? Batin mira terus berceloteh.
Huuft.. benar kan, di sana tampak segerombolan cowok yang baru keluar . Tunggu!! Sepertinya itu cowok pernah gue liat,tapi….dimana ya? Ah ya.. dia si pencuri komik!! Aduh kenapa dia disini lagi…
Mira menunduk dalam2 supaya wajahnya tidak kelihatan.
“Mira!!” teriak Tania dari jauh.Mata mira langsung besar dan senang melihat sahabatnya datang.Juga malu karena cowo cowo itu melihat ke arah nya.
“Tania, akhirnya lo datang.tolongin gue donk. Malu banget nih!!”Kata Mira meringis.
“Iya, makanya gue ke sini . Yuk ah ke kantin.”Tania menggandeng tangan mira. Tapi, tiba-tiba mira berhenti dan ,melihat kebelakang, otomatis Tania juga ikutan donk..
“oh ya tan, lo tau nggak siapa dia?” Kata mira sambil menunjuk cowok pencuri komik itu. Seketika Tania bingung, lalu senyum berkembang dibibirnya.
”ooh, yang itu. Itu kak arya, dia tu ya udah ganteng,ramah lagi..Banyak tuh cewek yang naksir dia,ya termasuk kakak yang kata lo judes itu. Apa lagi ya, dia itu ketua osis”. Kata Tania yang matanya tidak beralih dari arya sedikitpun. Ramah?..Apanya.dasar pencuri komik!Perusak kebahagiaan orang aja tuh cowok!ha?Ketua osis.Artinya,gue bakalan lama berhadapan dengan dia!! Ringis mira dalam hati.Saat mira menatap cowok itu lagi, cowok itu juga menatapnya,sehingga pandangan mereka bertemu. Cowok itu tersenyum manis padanya, mira jadi heran. Namun, ia juga melempar senyum paksaan pada cowok itu.Lalu pergi bersama Tania ke kantin.
Hari ke 2 di sekolah ..
Lagi lagi mira terlambat datang ke sekolah. Saat di depan gerbang , tubuh mira seakan lemas , karena melihat cewe judes itu berdiri di sana.
“Wah wah…emang hobi telat lo ya?udah jam berapa nih..bukannya belajar dari pengalaman ..”Kata cewek judes kemaren dengan nada sewot.
Yaelah..ni cewek siswi sekolahan apa satpam sih?disini mulu prasaan.(batin mira)
saat cewek itu akan berkata lagi , terdengar dari kejauhan ketua osis memanggilnya.Huft! benar benar penyelamat.
Saat istirahat, ketua osis mengumumkan bahwa tahun ini pelaksanaan ospek akan dilaksanakan di alam terbuka.mereka akan kemping.Dan tujuannya adalah puncak.Wah..mira senang banget ni, secara udah lama ia tidak pernah main lagi ke puncak. Berapa lama ya?Mungkin 4 tahunan deh.
Esokpaginya.. “Pa..cepetan donk!ntar aku telat lagi kayak kemaren, ntar aku ketinggalan bus,trus dimaki maki sama cewek judes kayak kemaren lagi.Itu kan menyangkut harga diri seseorang pa.Papa tau kan?Ini menyangkut bangsa kita juga pa.bangsa Indonesia tercinta , tumpah dar…” Seketika mulut mira dibungkam mamanya yang duduk bersamanya dibelakang kursi kemudi.
”Mira, bawel ah!papa lagi nyetir tuh!”Kata mama, sambil melepas mulut mira yang cemberut.
Sesampai di sekolah, Mira celingukan mencari ke sana ke sini , tak tampak satu orang pun siswa siswi seangkatan dan bus yang akan dinaikinya.Saat mira melihat cewek judes itu lagi berdiri melamun, ia menghampirinya.
“Maaf kak, bus sama anak anak lain mana ya kak?”Tanya mira hati hati. “Bus bus!udah pergi dari tadi jugak!!dasar lelet”. Bukannya jawab ramah, mira malah dapat sarapan pagi lagi . “Eh, gena ada apa nih?” Seorang cowok menghampiri mereka. “Eh, arya. Ini lo adek ini terlambat. Kan bus nya udah pergi dari tadi ya..”Kata cewek yang bernama gena itu centil. Dasar bermuka dua(batin mira).Sejenak , arya memperhatikan mira , lalu tersenyum. “ Ooh, baiklah. Kamu gabung sama kita aja ya”Ajak arya ramah.Mira hanya mengangguk & menurut. Sedangkan gena, ia sedang mengomel tak jelas.
DIpuncak…
Pak joko selaku penanggung jawab acara , memerintahkan semuanya agar berkumpul dan membagi tugas masing masing . Mira kebagian tugas mencari kayu bakar di hutan.
“Ya tuhan!kejam amat dunia..ini kan kerjaannya cowok!”Rutuk mira sambil memungut kayu bakar di hutan.tiba-tiba di belakangnya ada arya yang baru datang dan tau kalau orang yang didepannya itu mira.ia melihat wajah mira yang cemberut. “Ehm, kenapa dek? Kok cemberut gitu wajahnya?”Tanya arya sambil sedikit tertawa.Mira yang tengah mengambil kayu bakar, berbicara tanpa menoleh pada arya.
”Gimana gue gak cemberut sih kak..ini kan bukan kerjaan cewek.”Kata mira berapi-rapi. Melihat mira seperti itu , arya pun juga ikut mengambil kayu bakar bersamanya.”Ya udah,, gue bantuin ya..”Katanya ramah. “Nah, gitu donk.. makasih ya kak”Saat mira mengangkat kepalanya, betapa terkejutnya bahwa yang sedari tadi bicara dengannya yaitu arya.arya yang melihat mira begitu, hanya melempar senyum.
Saat mereka, hendak keluar dari hutan, mereka tidak menemukan jalannya, jadi intinya mereka tersesat. “Aduh kak, gimana nih..kita tersesat kan ya..dan gelap lagi” Mira merinding cemas.”Terpaksa, kita bermalam disini deh..”sahut arya tanpa menoleh ke mira.”Tapi…”Mira benar benar tak yakin akan keputusan arya, berduaan dengan cowok ditempat gelap? Gk mungkin!. Arya yang menyadari kegelisahan mira langsung tersenyum sambil berkata “Lo tenang aja, gk akan kenapa2 kok. Lo tidur di sini , gue disono tuh..”Arya menunjuk tempat sekitar 10 m didepannya.Akhirnya mira munurut.
Esokpaginya…. Mira terbangun saat mendengar suara berisik yang mengganggunya.ternyata, arya sedang membereskan kayu bakar yang diambilnya tadi malam.”Pagi” sapa arya ramah,,ketika melihat mira duduk memandangnya.”Pa-pagi” mira sedikit gugup menjawab sapaan arya.
“Ya udah, kita berangkat sekarang yuk”Ajak arya, dan mira mengangguk.
Mereka berjalan bersama , ditengah perjalanan tiba-tiba arya mendorong mira saat melihat ujung ranting yang hampir tumbang. Ia membiarkan dirinya yang terkena tumbangan ranting itu.
“ARYA!!!” Terdengar lengkingan suara cewek. Suara itu pun semakin dekat. Ya.. pemilik suara melengking itu gena.Mira menolong arya berdiri, arya tersenyum kepadanya.
”Hati hati kak” kata mira pelan.
Gena langsung panik melihat luka robek ditangan arya.”Arya, kamu ngga papa?”Tanya gena. “Gena, iya ngga papa kok”Kata arya tersenyum. Dasar gena begok!luka begitu malah nanya nggak papa. Bukannya bantuin juga!!ini juga kak arya , robek begini dibilang gak papa(batin mira). Mereka pun kembali ke kemah masing masing.
Malamharinya… Mira tengah, ayik bersama api unggun yang menemaninya. Tiba-tiba mira teringat dengan arya. Apa ia sudah mengobati lukanya ya?mira celingukan kesana kemari.
“Nyari siapa?” Tanya orang yg sedang dicari dari belakang mira.
“Eh, kak arya. Ng-nga ada kok kak..hehe”Jawab mira gelagapan.
“Ooh,, aku ke sana dulu ya, tdi cuma lewat aja kok” Kata arya menjauh, tapi langkahnya terhenti ketika mira memanggilnya lagi.
“Itu.. eh lukanya udah diobati kak?”Kata mira melihat lengan arya.
Arya juga melirik lengannya sekilas, lalu tersenyum.
”Belom sih…ntar aja”. Mira melongo, ia tau ia harus berbuat apa.”Waduh..kok belum sih kak?infeksi ntar!tunggu disini!!”Perintah mira, lalu pergi.Arya hanya bingung dengan sikap mira. Emang dia mau ngapain?. Terpaksa arya hanya menurut.
Tiba-tiba mira datang dengan kotak p3k ditangannya.Mira meraih tangan arya dan langsung mengobatinya. Arya, terus menatap mira yang mengobati lukanya dengan serius. Arya tersenyum melihatnya. “kamu cantik dan baik” Bisiknya pelan. Mira mendengar itu sangat senang, reflex wajahnya bersemu merah . Tapi , ia hanya tersenyum . “oya, nih”kata arya sambil mengambil sesuatu dari jaketnya. Ya.. itu komik conan. Lantas, tanpa ba-bi-bu mira lngsung menyambarnya.
“Ah ini…”
“Gue pinjamin” kata arya dengan mengkedipkan sebelah matanya.
Setelah kejadian itu, mereka semakin akrab dengan arya . bahkan , suatu ketika arya memberanikan diri untuk menembak mira, mira langsung menerimanya. Dan jadilah mereka sepasang kekasih.mereka saling mencintai, selama mereka pacaran,belum tampak sedikitpun mereka bertengkar.mereka selalu pengertian satu sama lain. Itulah prinsip cinta mereka.
Disekolah.. Saat ini entah kenapa perasaan mira benar benar nggak enak. Ia tau, biasanya jika begini yang ia temui adalah arya . Karena arya lah yang bisa menghiburnya. Mira tampak bingung, ngga seperti biasanya jam segini arya belum datang . Mira pun pergi ke kelas arya, tapi arya benar benar belum datang . Terpaksa deh, mira menunggu beberapa saat hingga arya datang .
“Pagi mira ,,kok cemberut sih?” Tanya Tania yang datang dari belakangnya.
“Pagi.. nggak kok, lagi nyariin arya aja sih , liat nggak?” Jawab mira dan bertanya lagi pada Tania.
Sementara yang ditanya Cuma geleng-geleng kepala.
“Udah..ntar juga ketemu tuh, kaya’ anak kecil aja dicariin, mending lo temenin gue ke kantin , yuk” Jawab Tania tertawa, sambil mengapit tangan mira pergi.Di kantin , belum ada sepatah kata pun keluar dari mulut Mira sebelum ia mengatakan ,
“Tan.. kok perasaan gue nggak enak gini ya” Kata mira sambil mengaduk the es nya . “Mungkin lo nggak enak badan aja kali” Sahut Tania santai.
“Tapi , perasaan ini tertuju pada arya tan,, gue takut..” Kata Mira sedih .
“Ya Tuhan Mira.. Semua baik baik aja ok!lo itu Cuma kangen,, Cuma kangen..” Kata Tania sambil menepuk bahu mira pelan. Mira Cuma tersenyum mendengarnya . Ia masih memikirkan arya.
Mira melamun, ia terus terus mengulang perkataan Tania “semua baik baik aja” jadi gue nggak perlu cemas (batin mira) .
“Mira!!” Teriak seorang cowok dari jauh . Reflex menghentikan lamunan mira. Mira dan Tania serempak menoleh .
“Ngapain kak?”Tanya Tania. Rio masih ngos-ngosan namun, ia tetap menjawab .
“Mir, hh..lo..ikut hh..gue sekarang” Kata Rio tanpa menoleh ke Tania.
“eh..eh ada nih?” Tanya Tania curiga. “Itu…hhh..Kata anak2 hhh..arya kecelakaan..” Kata Rio pelan. Mira yang mendengar reflex bediri dan membalik .
”APAAAA!!” Teriak Mira dan Tania bareng . Akhirnya Mira , Tania ,juga Rio pergi ke rumah sakit tempat arya berada . Selama perjalanan Mira terus terusan menangis tak percaya.Ia takut terjadi apa apa pada arya.
Dirumahsakit… Mereka sampai di rumah sakit . Mira langsung berlari setelah mengetahui kamar arya . Di sana tampak telah hadir kedua orang tua arya dan sodara lainnya. Mira kaget melihat mereka yang tak henti hentinya menangis . Mira mendatangi mereka.
Tampak Mira yang mendekat , ibu arya pun bersuara .
”Nak mira , masuk ya . arya menunggu di dalam” Katanya sendu .
Mira pun menurut dan pergi ke kamar arya. Mira shock saat membuka pintu kamar arya .Tampak di sana arya yang dibaluti perban dan dikerubungi selang di sana sini . Seakan tak sadar , mira munutup mulutnya dan air matanya mengalir. Perlahan mira masuk dan menutup pintu. Mira mendekat ke kasur arya .
“Arya.. kenapa?” Kata mira pelan . Arya mendengar nya, ia pun membuka matanya . Dan tersenyum melihat mira datang .
“Mira..kamu datang” Kata Arya pelan. Pelan sekali .
“Kamu kenapa begini?hiks..hiks..”Kata mira dalam tangisnya .
“Aku ngga papa mira .” Kata arya meyakinkan mira , ia memegang tangan mira lembut.
“Kamu..kamu bakalan bersama aku lagi kan?” Tanya mira terisak .
“Pasti mira.. pasti! Sekarang kamu jangan nangis lagi ya.. senyum dong” Kata arya sambil tersenyum.
Mira menggeleng . Mana bisa ia tersenyum di saat begini . Arya tampak kecewa.
“Mira please , senyum ya ..” Kata arya tulus. Akhirnya mira pun tersenyum walau terpaksa. Arya juga tersenyum melihatnya.
“Mira.. kamu mau kan janji sama aku?” Tanya arya pada mira yang masih terisak.Mira hanya mengangguk. “Kamu nggak boleh nangis lagi buat aku ya , aku sedih melihatnya . Aku Cuma mau kamu tersenyum buat aku . Aku pasti seneng banget.Ok!” Kata arya sambil tersenyum . lagi lagi mira hanya mengangguk.
“Kamu tau .. aku sangat mencintaimu . Sampai kapan pun kamu selalu dihatiku . Kamu nggak akan terganti.” Kata arya pelan. “Kamu juga… “ Kata mira sambil menggenggam tangan mira.
“Kamu harus ingat ya mira, aku tidak akan lupa dengan dirimu . Aku mencintaimu melebihi apa pun di dunia ini.” Kata arya lirih. Mira semakin terisak mendengarnya . “Aku mencintaimu…..” Kata arya pelan sekali. Benar benar pelan.dan sebagai kata terakhirnya .
Sesaat terdengar suara dentingan panjang dari monitor di sebelah arya . Reflex mira menoleh pada arya bertepatan pada dentingan itu . Mira kaget melihat arya menutup matanya untuk selamanya . Mira berusaha mengguncang tubuh arya . Tapi tidak bereaksi apa-apa.
“ARYAAA!!” Teriak mira kencang , ia ambruk jatuh ke lantai . Tangisnya menjadi-jadi . Semua yang diluar pun masuk ke dalam . Termasuk Tania dan rio . Tania berusaha menenangkan mira.
(Reff nya lagu suju the one i love) =))dengerin ya, sedih bgt lo!wkwk
"Mir.. udah, lo ikhlasin dia ya" Kata tania menenangkan.
"Dia bohong tan.. dia udah janji nggak bakalan ninggalain gue. tapi buktinya,," sahut mira dalam isaknya.
"Dia emang nggak ninggalin elo! Dia selalu untuk lo. di hati lo!" kata tania lagi dalam nada membentak.Mira hanya diam dengan isakannya.
Dua hari setelah pemakaman , mira masih saja bersedih . Saat ini ia sedang dikamar nya yang ditemani Tania . Mira masih diam membeku sambil memeluk foto arya. Walau dibilang tak menangis , namun airmata nya terus mengalir dalam diamnya.
Tania juga sedih melihat sahabat nya begitu .
“Mir.. elo sudah janjikan nggak akan menangis lagi buat arya, jangan ingkari janji lo. Arya bakalan sedih melihat lo begini mir.” Kata Tania dengan menggenggam tangan mira.
“Nggak..gue nggak nangis.Gue nggak nangis untuknya , gue nangis untuk kenangannya.Semua kenangannya . ya.. semuanya” Kata Mira lirih , lalu tersenyum . Tania tersenyum mendengarnya, ia mendekap mira kebahunya.
“Baguslah…..
Saat itu Mira sibuk memilih buku yang akan berguna baginya sebagai siswi baru . Selain itu , tak ketinggalan ia membeli komik “conan” favoritnya . Dan komik yang ia cari sekarang itu komik edisi 56 , wah..itu kan udah lama. Mira ingin membelinya karena ia kelewatan satu volume itu , kalau yg lain sih dia udah ada .
Kebetulan saat itu komik “conan” edisi 56 tinggal satu . Dan beruntung sekali ia yang menemukannya. “Wah , jodoh banget . Komik conan yang kusayang. Kau akan segera menjadi milikku hohoho” . Baru saja tangan mira menyentuh ujung covernya , tangan seseorang telah dahulu mengambilnya .
“Eits , itu punya gue” Mira berusaha menambil komik dari tangan cowok tinggi , dan lumayan tampan itu . Cowok itu memelototinya . “Siapa duluan , dia dapat” Kata si cowok sambil pergi. Sesaat mira melongo,lalu...
“Gila!cowok rese , gila gila gila!!??” Mira berteriak memaki cowok itu . Sedangkan yang dimaki telah ke kasir dan mencibir ke arahnya. Mira masih marah , sesaat semua mata tertuju pada mira yang berteriak , muka mira merah karena malu dan emosi . Ia segera membungkuk dan minta maaf .
Esokpaginya… Tania menelfon mira yang masih belum datang ke sekolah pada hari pertama ospek.
“Mira!! Elo dimana?? Ini hari pertama ospek , mir . Gak masuk lo?”
Pertanyaan bertubi tubi datang dari sobat nya itu.
“Iyee.. gue lagi di jalan nih! Berisik amat… ntar deh gue ceritain kenapa gue terlambat. Udah ya,, bye”. Kata mira sambil memutuskan panggilannya.
Sesampainya di sekolah , Mira melihat kesana sini . “Waduh..gimana nih? Udah sepi lagi , pasti udah pada ngumpul nih, gawat!!”Mira memukul kepalanya sendiri dengan kepalan tangannya. Setelah lama mira merutuki dirinya , ia menyadari ada orang berdiri di belakangnya. Reflex mira berbalik . Dan sepertinya ia berhadapan dengan panitia ospek. “Ehm..siswi baru , hari pertama ospek dan ter-lam-bat!kemana aja lo?” Kata cewek itu dengan judes. “ oh, maaf kak saya terlambat..” Kata mira membungkukkan sedikit badannya.”Gue juga tau , bego! Yg gue Tanya kemana aja lo? Jam segini baru nyampe”. Mira hanya diam dan menunduk mendengar ocehan cewek judes di depannya. Cewek judes itu melihat mira dari atas sampai bawah . Tampaknya ia juga sedikit iri melihat mira jauh lebih cantik darinya. Tapi, ia tak mau kelihatan norak dengan memuji mira. Ia malah menghukum mira dengan alasan keterlambatannya.
“Dasar! Lo pake nih. Dan berdiri di sana hingga istirahat nanti!!”Cewek judes itu memberi mira papan yang digantungkan di leher dengan tulisan (GUE TELAT KARENA BEGO’) . Mira memakainya ditengah lapangan dengan benar benar malu . Ia terus terusan mengumpat si cewe judes itu dalam hatinya.
Saat istirahat tiba , mira benar benar merasa cemas . Gimana kalo orang orang keluar dan liat gue kayak gini. Gimana ni nasib gue?? Batin mira terus berceloteh.
Huuft.. benar kan, di sana tampak segerombolan cowok yang baru keluar . Tunggu!! Sepertinya itu cowok pernah gue liat,tapi….dimana ya? Ah ya.. dia si pencuri komik!! Aduh kenapa dia disini lagi…
Mira menunduk dalam2 supaya wajahnya tidak kelihatan.
“Mira!!” teriak Tania dari jauh.Mata mira langsung besar dan senang melihat sahabatnya datang.Juga malu karena cowo cowo itu melihat ke arah nya.
“Tania, akhirnya lo datang.tolongin gue donk. Malu banget nih!!”Kata Mira meringis.
“Iya, makanya gue ke sini . Yuk ah ke kantin.”Tania menggandeng tangan mira. Tapi, tiba-tiba mira berhenti dan ,melihat kebelakang, otomatis Tania juga ikutan donk..
“oh ya tan, lo tau nggak siapa dia?” Kata mira sambil menunjuk cowok pencuri komik itu. Seketika Tania bingung, lalu senyum berkembang dibibirnya.
”ooh, yang itu. Itu kak arya, dia tu ya udah ganteng,ramah lagi..Banyak tuh cewek yang naksir dia,ya termasuk kakak yang kata lo judes itu. Apa lagi ya, dia itu ketua osis”. Kata Tania yang matanya tidak beralih dari arya sedikitpun. Ramah?..Apanya.dasar pencuri komik!Perusak kebahagiaan orang aja tuh cowok!ha?Ketua osis.Artinya,gue bakalan lama berhadapan dengan dia!! Ringis mira dalam hati.Saat mira menatap cowok itu lagi, cowok itu juga menatapnya,sehingga pandangan mereka bertemu. Cowok itu tersenyum manis padanya, mira jadi heran. Namun, ia juga melempar senyum paksaan pada cowok itu.Lalu pergi bersama Tania ke kantin.
Hari ke 2 di sekolah ..
Lagi lagi mira terlambat datang ke sekolah. Saat di depan gerbang , tubuh mira seakan lemas , karena melihat cewe judes itu berdiri di sana.
“Wah wah…emang hobi telat lo ya?udah jam berapa nih..bukannya belajar dari pengalaman ..”Kata cewek judes kemaren dengan nada sewot.
Yaelah..ni cewek siswi sekolahan apa satpam sih?disini mulu prasaan.(batin mira)
saat cewek itu akan berkata lagi , terdengar dari kejauhan ketua osis memanggilnya.Huft! benar benar penyelamat.
Saat istirahat, ketua osis mengumumkan bahwa tahun ini pelaksanaan ospek akan dilaksanakan di alam terbuka.mereka akan kemping.Dan tujuannya adalah puncak.Wah..mira senang banget ni, secara udah lama ia tidak pernah main lagi ke puncak. Berapa lama ya?Mungkin 4 tahunan deh.
Esokpaginya.. “Pa..cepetan donk!ntar aku telat lagi kayak kemaren, ntar aku ketinggalan bus,trus dimaki maki sama cewek judes kayak kemaren lagi.Itu kan menyangkut harga diri seseorang pa.Papa tau kan?Ini menyangkut bangsa kita juga pa.bangsa Indonesia tercinta , tumpah dar…” Seketika mulut mira dibungkam mamanya yang duduk bersamanya dibelakang kursi kemudi.
”Mira, bawel ah!papa lagi nyetir tuh!”Kata mama, sambil melepas mulut mira yang cemberut.
Sesampai di sekolah, Mira celingukan mencari ke sana ke sini , tak tampak satu orang pun siswa siswi seangkatan dan bus yang akan dinaikinya.Saat mira melihat cewek judes itu lagi berdiri melamun, ia menghampirinya.
“Maaf kak, bus sama anak anak lain mana ya kak?”Tanya mira hati hati. “Bus bus!udah pergi dari tadi jugak!!dasar lelet”. Bukannya jawab ramah, mira malah dapat sarapan pagi lagi . “Eh, gena ada apa nih?” Seorang cowok menghampiri mereka. “Eh, arya. Ini lo adek ini terlambat. Kan bus nya udah pergi dari tadi ya..”Kata cewek yang bernama gena itu centil. Dasar bermuka dua(batin mira).Sejenak , arya memperhatikan mira , lalu tersenyum. “ Ooh, baiklah. Kamu gabung sama kita aja ya”Ajak arya ramah.Mira hanya mengangguk & menurut. Sedangkan gena, ia sedang mengomel tak jelas.
DIpuncak…
Pak joko selaku penanggung jawab acara , memerintahkan semuanya agar berkumpul dan membagi tugas masing masing . Mira kebagian tugas mencari kayu bakar di hutan.
“Ya tuhan!kejam amat dunia..ini kan kerjaannya cowok!”Rutuk mira sambil memungut kayu bakar di hutan.tiba-tiba di belakangnya ada arya yang baru datang dan tau kalau orang yang didepannya itu mira.ia melihat wajah mira yang cemberut. “Ehm, kenapa dek? Kok cemberut gitu wajahnya?”Tanya arya sambil sedikit tertawa.Mira yang tengah mengambil kayu bakar, berbicara tanpa menoleh pada arya.
”Gimana gue gak cemberut sih kak..ini kan bukan kerjaan cewek.”Kata mira berapi-rapi. Melihat mira seperti itu , arya pun juga ikut mengambil kayu bakar bersamanya.”Ya udah,, gue bantuin ya..”Katanya ramah. “Nah, gitu donk.. makasih ya kak”Saat mira mengangkat kepalanya, betapa terkejutnya bahwa yang sedari tadi bicara dengannya yaitu arya.arya yang melihat mira begitu, hanya melempar senyum.
Saat mereka, hendak keluar dari hutan, mereka tidak menemukan jalannya, jadi intinya mereka tersesat. “Aduh kak, gimana nih..kita tersesat kan ya..dan gelap lagi” Mira merinding cemas.”Terpaksa, kita bermalam disini deh..”sahut arya tanpa menoleh ke mira.”Tapi…”Mira benar benar tak yakin akan keputusan arya, berduaan dengan cowok ditempat gelap? Gk mungkin!. Arya yang menyadari kegelisahan mira langsung tersenyum sambil berkata “Lo tenang aja, gk akan kenapa2 kok. Lo tidur di sini , gue disono tuh..”Arya menunjuk tempat sekitar 10 m didepannya.Akhirnya mira munurut.
Esokpaginya…. Mira terbangun saat mendengar suara berisik yang mengganggunya.ternyata, arya sedang membereskan kayu bakar yang diambilnya tadi malam.”Pagi” sapa arya ramah,,ketika melihat mira duduk memandangnya.”Pa-pagi” mira sedikit gugup menjawab sapaan arya.
“Ya udah, kita berangkat sekarang yuk”Ajak arya, dan mira mengangguk.
Mereka berjalan bersama , ditengah perjalanan tiba-tiba arya mendorong mira saat melihat ujung ranting yang hampir tumbang. Ia membiarkan dirinya yang terkena tumbangan ranting itu.
“ARYA!!!” Terdengar lengkingan suara cewek. Suara itu pun semakin dekat. Ya.. pemilik suara melengking itu gena.Mira menolong arya berdiri, arya tersenyum kepadanya.
”Hati hati kak” kata mira pelan.
Gena langsung panik melihat luka robek ditangan arya.”Arya, kamu ngga papa?”Tanya gena. “Gena, iya ngga papa kok”Kata arya tersenyum. Dasar gena begok!luka begitu malah nanya nggak papa. Bukannya bantuin juga!!ini juga kak arya , robek begini dibilang gak papa(batin mira). Mereka pun kembali ke kemah masing masing.
Malamharinya… Mira tengah, ayik bersama api unggun yang menemaninya. Tiba-tiba mira teringat dengan arya. Apa ia sudah mengobati lukanya ya?mira celingukan kesana kemari.
“Nyari siapa?” Tanya orang yg sedang dicari dari belakang mira.
“Eh, kak arya. Ng-nga ada kok kak..hehe”Jawab mira gelagapan.
“Ooh,, aku ke sana dulu ya, tdi cuma lewat aja kok” Kata arya menjauh, tapi langkahnya terhenti ketika mira memanggilnya lagi.
“Itu.. eh lukanya udah diobati kak?”Kata mira melihat lengan arya.
Arya juga melirik lengannya sekilas, lalu tersenyum.
”Belom sih…ntar aja”. Mira melongo, ia tau ia harus berbuat apa.”Waduh..kok belum sih kak?infeksi ntar!tunggu disini!!”Perintah mira, lalu pergi.Arya hanya bingung dengan sikap mira. Emang dia mau ngapain?. Terpaksa arya hanya menurut.
Tiba-tiba mira datang dengan kotak p3k ditangannya.Mira meraih tangan arya dan langsung mengobatinya. Arya, terus menatap mira yang mengobati lukanya dengan serius. Arya tersenyum melihatnya. “kamu cantik dan baik” Bisiknya pelan. Mira mendengar itu sangat senang, reflex wajahnya bersemu merah . Tapi , ia hanya tersenyum . “oya, nih”kata arya sambil mengambil sesuatu dari jaketnya. Ya.. itu komik conan. Lantas, tanpa ba-bi-bu mira lngsung menyambarnya.
“Ah ini…”
“Gue pinjamin” kata arya dengan mengkedipkan sebelah matanya.
Setelah kejadian itu, mereka semakin akrab dengan arya . bahkan , suatu ketika arya memberanikan diri untuk menembak mira, mira langsung menerimanya. Dan jadilah mereka sepasang kekasih.mereka saling mencintai, selama mereka pacaran,belum tampak sedikitpun mereka bertengkar.mereka selalu pengertian satu sama lain. Itulah prinsip cinta mereka.
Disekolah.. Saat ini entah kenapa perasaan mira benar benar nggak enak. Ia tau, biasanya jika begini yang ia temui adalah arya . Karena arya lah yang bisa menghiburnya. Mira tampak bingung, ngga seperti biasanya jam segini arya belum datang . Mira pun pergi ke kelas arya, tapi arya benar benar belum datang . Terpaksa deh, mira menunggu beberapa saat hingga arya datang .
“Pagi mira ,,kok cemberut sih?” Tanya Tania yang datang dari belakangnya.
“Pagi.. nggak kok, lagi nyariin arya aja sih , liat nggak?” Jawab mira dan bertanya lagi pada Tania.
Sementara yang ditanya Cuma geleng-geleng kepala.
“Udah..ntar juga ketemu tuh, kaya’ anak kecil aja dicariin, mending lo temenin gue ke kantin , yuk” Jawab Tania tertawa, sambil mengapit tangan mira pergi.Di kantin , belum ada sepatah kata pun keluar dari mulut Mira sebelum ia mengatakan ,
“Tan.. kok perasaan gue nggak enak gini ya” Kata mira sambil mengaduk the es nya . “Mungkin lo nggak enak badan aja kali” Sahut Tania santai.
“Tapi , perasaan ini tertuju pada arya tan,, gue takut..” Kata Mira sedih .
“Ya Tuhan Mira.. Semua baik baik aja ok!lo itu Cuma kangen,, Cuma kangen..” Kata Tania sambil menepuk bahu mira pelan. Mira Cuma tersenyum mendengarnya . Ia masih memikirkan arya.
Mira melamun, ia terus terus mengulang perkataan Tania “semua baik baik aja” jadi gue nggak perlu cemas (batin mira) .
“Mira!!” Teriak seorang cowok dari jauh . Reflex menghentikan lamunan mira. Mira dan Tania serempak menoleh .
“Ngapain kak?”Tanya Tania. Rio masih ngos-ngosan namun, ia tetap menjawab .
“Mir, hh..lo..ikut hh..gue sekarang” Kata Rio tanpa menoleh ke Tania.
“eh..eh ada nih?” Tanya Tania curiga. “Itu…hhh..Kata anak2 hhh..arya kecelakaan..” Kata Rio pelan. Mira yang mendengar reflex bediri dan membalik .
”APAAAA!!” Teriak Mira dan Tania bareng . Akhirnya Mira , Tania ,juga Rio pergi ke rumah sakit tempat arya berada . Selama perjalanan Mira terus terusan menangis tak percaya.Ia takut terjadi apa apa pada arya.
Dirumahsakit… Mereka sampai di rumah sakit . Mira langsung berlari setelah mengetahui kamar arya . Di sana tampak telah hadir kedua orang tua arya dan sodara lainnya. Mira kaget melihat mereka yang tak henti hentinya menangis . Mira mendatangi mereka.
Tampak Mira yang mendekat , ibu arya pun bersuara .
”Nak mira , masuk ya . arya menunggu di dalam” Katanya sendu .
Mira pun menurut dan pergi ke kamar arya. Mira shock saat membuka pintu kamar arya .Tampak di sana arya yang dibaluti perban dan dikerubungi selang di sana sini . Seakan tak sadar , mira munutup mulutnya dan air matanya mengalir. Perlahan mira masuk dan menutup pintu. Mira mendekat ke kasur arya .
“Arya.. kenapa?” Kata mira pelan . Arya mendengar nya, ia pun membuka matanya . Dan tersenyum melihat mira datang .
“Mira..kamu datang” Kata Arya pelan. Pelan sekali .
“Kamu kenapa begini?hiks..hiks..”Kata mira dalam tangisnya .
“Aku ngga papa mira .” Kata arya meyakinkan mira , ia memegang tangan mira lembut.
“Kamu..kamu bakalan bersama aku lagi kan?” Tanya mira terisak .
“Pasti mira.. pasti! Sekarang kamu jangan nangis lagi ya.. senyum dong” Kata arya sambil tersenyum.
Mira menggeleng . Mana bisa ia tersenyum di saat begini . Arya tampak kecewa.
“Mira please , senyum ya ..” Kata arya tulus. Akhirnya mira pun tersenyum walau terpaksa. Arya juga tersenyum melihatnya.
“Mira.. kamu mau kan janji sama aku?” Tanya arya pada mira yang masih terisak.Mira hanya mengangguk. “Kamu nggak boleh nangis lagi buat aku ya , aku sedih melihatnya . Aku Cuma mau kamu tersenyum buat aku . Aku pasti seneng banget.Ok!” Kata arya sambil tersenyum . lagi lagi mira hanya mengangguk.
“Kamu tau .. aku sangat mencintaimu . Sampai kapan pun kamu selalu dihatiku . Kamu nggak akan terganti.” Kata arya pelan. “Kamu juga… “ Kata mira sambil menggenggam tangan mira.
“Kamu harus ingat ya mira, aku tidak akan lupa dengan dirimu . Aku mencintaimu melebihi apa pun di dunia ini.” Kata arya lirih. Mira semakin terisak mendengarnya . “Aku mencintaimu…..” Kata arya pelan sekali. Benar benar pelan.dan sebagai kata terakhirnya .
Sesaat terdengar suara dentingan panjang dari monitor di sebelah arya . Reflex mira menoleh pada arya bertepatan pada dentingan itu . Mira kaget melihat arya menutup matanya untuk selamanya . Mira berusaha mengguncang tubuh arya . Tapi tidak bereaksi apa-apa.
“ARYAAA!!” Teriak mira kencang , ia ambruk jatuh ke lantai . Tangisnya menjadi-jadi . Semua yang diluar pun masuk ke dalam . Termasuk Tania dan rio . Tania berusaha menenangkan mira.
(Reff nya lagu suju the one i love) =))dengerin ya, sedih bgt lo!wkwk
"Mir.. udah, lo ikhlasin dia ya" Kata tania menenangkan.
"Dia bohong tan.. dia udah janji nggak bakalan ninggalain gue. tapi buktinya,," sahut mira dalam isaknya.
"Dia emang nggak ninggalin elo! Dia selalu untuk lo. di hati lo!" kata tania lagi dalam nada membentak.Mira hanya diam dengan isakannya.
Dua hari setelah pemakaman , mira masih saja bersedih . Saat ini ia sedang dikamar nya yang ditemani Tania . Mira masih diam membeku sambil memeluk foto arya. Walau dibilang tak menangis , namun airmata nya terus mengalir dalam diamnya.
Tania juga sedih melihat sahabat nya begitu .
“Mir.. elo sudah janjikan nggak akan menangis lagi buat arya, jangan ingkari janji lo. Arya bakalan sedih melihat lo begini mir.” Kata Tania dengan menggenggam tangan mira.
“Nggak..gue nggak nangis.Gue nggak nangis untuknya , gue nangis untuk kenangannya.Semua kenangannya . ya.. semuanya” Kata Mira lirih , lalu tersenyum . Tania tersenyum mendengarnya, ia mendekap mira kebahunya.
“Baguslah…..
Kisah Cinta Mengharukan
Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di sitiulah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang dialami Gita memang biasa, terjadi pada manusia umumnya. Tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya sebagaimana pungguk merindukan bulan.
Sudah dua minggu ia memendam seribu rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang saat melihat sang pujaan hatinya.
“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunan Gita.
“Iya... Ri, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Qori. Gita
“Masak lo main rahasiaan sama geng sndiri,” tutur temannya lagi.
Gita mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Qori. Qori dari geng The SRIES, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.
Gita nyaris nggak bergerak. Mneyadari cowok tampan yang sedang ditaksirnya itu ada di meja belakangnya. Saat sedang barengan dengan teman-teman aja Gita sudah nervous .... apalagi sekarang ia sedang sendirian. Tapi untuk yang satu ini, rasa ingin tahunya jauh lebih besar. Dan apa tadi? Mereka lagi ngomong soal gebetannya Qori. Wah..... Wah....
“Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Tumbuhan?” tanya teman Qori.
Deg, Gita nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat ia tinggal? Jalan itukan kecil, jadi ia kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahunya semakin memuncak.
“Iya, anak kelas satu juga. aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Qori terdengar riang.
Jantung Gita berdegup kencang. Ia semakin yakin , selain dia ngak ada anak kelas satu SMA tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, Gita memang selalu jadi juara satu sejak cawu pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Qori itu dirinya?.
“Wah, playboy satu ini sudah berketuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.
“Oh my god,” Gita nyaris menahan napas.
“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.
“Gita,” jawab Qori.
Kali ini Gita nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya ia melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana dia berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Qori naksir dia. Berita ini wajib diceritakan pada sohib-sohibnya.
Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Qori naksir dia. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti dia. Gita bernyanyi bahagia.
“Kamu nggak sedang melamun Git?” kata Intan sambil terkikik.
“Iya Git, jangan-jangan itu cuma halusinasi aja,” timpal Shafina.
Gita pura-pura merengut sambil berucap “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.
“Bukan begitu Git, Kalau benar Qori naksir kamu, kok bisa tenang-tenang aja sih?” kata Intan dan Shafina.
Ruth mencoba menengahi. “Kan Qori sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.
“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Gita tersenyum bahagia.
Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Gita menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Gita dan mbak Tami.
Gita mulai tidang sabar. SEdari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah be te.
“Gita bangaun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Gita membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.
“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Gita melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Gita mulai kebingungan.
Gita akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.
“O ya Gita. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Gita cuma mengangguk tanpa semangat.
Ketika melewati rumah Bu Nanda, Gita melihat seorang gadis cantik lekuar dari rumah diikuti seorang cowok. “Oh my god”, Gita terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.
Dengan gemetar Gita bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?
“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Gita,” jawab Mamanya.
Gita terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Gita terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.
Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di sitiulah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang dialami Gita memang biasa, terjadi pada manusia umumnya. Tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya sebagaimana pungguk merindukan bulan.
Sudah dua minggu ia memendam seribu rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang saat melihat sang pujaan hatinya.
“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunan Gita.
“Iya... Ri, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Qori. Gita
“Masak lo main rahasiaan sama geng sndiri,” tutur temannya lagi.
Gita mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Qori. Qori dari geng The SRIES, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.
Gita nyaris nggak bergerak. Mneyadari cowok tampan yang sedang ditaksirnya itu ada di meja belakangnya. Saat sedang barengan dengan teman-teman aja Gita sudah nervous .... apalagi sekarang ia sedang sendirian. Tapi untuk yang satu ini, rasa ingin tahunya jauh lebih besar. Dan apa tadi? Mereka lagi ngomong soal gebetannya Qori. Wah..... Wah....
“Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Tumbuhan?” tanya teman Qori.
Deg, Gita nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat ia tinggal? Jalan itukan kecil, jadi ia kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahunya semakin memuncak.
“Iya, anak kelas satu juga. aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Qori terdengar riang.
Jantung Gita berdegup kencang. Ia semakin yakin , selain dia ngak ada anak kelas satu SMA tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, Gita memang selalu jadi juara satu sejak cawu pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Qori itu dirinya?.
“Wah, playboy satu ini sudah berketuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.
“Oh my god,” Gita nyaris menahan napas.
“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.
“Gita,” jawab Qori.
Kali ini Gita nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya ia melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana dia berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Qori naksir dia. Berita ini wajib diceritakan pada sohib-sohibnya.
Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Qori naksir dia. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti dia. Gita bernyanyi bahagia.
“Kamu nggak sedang melamun Git?” kata Intan sambil terkikik.
“Iya Git, jangan-jangan itu cuma halusinasi aja,” timpal Shafina.
Gita pura-pura merengut sambil berucap “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.
“Bukan begitu Git, Kalau benar Qori naksir kamu, kok bisa tenang-tenang aja sih?” kata Intan dan Shafina.
Ruth mencoba menengahi. “Kan Qori sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.
“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Gita tersenyum bahagia.
Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Gita menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Gita dan mbak Tami.
Gita mulai tidang sabar. SEdari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah be te.
“Gita bangaun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Gita membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.
“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Gita melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Gita mulai kebingungan.
Gita akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.
“O ya Gita. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Gita cuma mengangguk tanpa semangat.
Ketika melewati rumah Bu Nanda, Gita melihat seorang gadis cantik lekuar dari rumah diikuti seorang cowok. “Oh my god”, Gita terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.
Dengan gemetar Gita bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?
“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Gita,” jawab Mamanya.
Gita terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Gita terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.
Cinta Pertama Dan Terakhir
"rio .. turun nak" teriak bunda dari ruang tamu.
"ada apa sih bun ??" teriak rio dari dalam kamar.
"udah kamu buruan kesinii" jawab bunda.
Rio pun keluar kamar dengan malas-malasan, "kenapa sih bun ?? Rio tuh ca..." kata-kata rio terputus ketika melihat seorang gadis cantik tengah duduk di sofa. Saat dia melihat rio, dia melemparkan senyum yang sudah lama tak ku lihat. Seketika itu rasa cape rio hilang. Rio tersenyum.
"Ify??" kata rio tak percaya saat melihat seorang yang sangat rio sayangi. Seorang yang telah ditunggu rio selama 3tahun.
Cinta pertama rio.
"hy yo" sapa gadis itu yang ternyata bernama Ify
"bunda tinggal dulu ya Ify" kata bunda lalu pergi meninggalkan rio & ify.
Rio berlari menuju arah ify lalu memeluknya.
"Ifffyyyy kapan lo pulang?? gue kangeeen banget sm lo" 3tahun lalu Ify pergi ke singapura untuk berobat tapi rio juga tak tau apa penyakitnya.
"aduh..sakit yo" rintih ify kesakitan karena pelukan rio yang kencang,
"eh sorry fy, abisnya gue kangen banget sama lo" kata rio sambil tersenyum memandang wajah ify.
"haha biasa aja kali yo, gue tau kalo gue tuh ngangenin" kata ify sambil tertawa lepas.
"ih dasar .." kata rio sambil mengacak acak rambutnya
Skip aja yaah...
keesokan harinya
Rio mengajak ify pergi ke taman, tempat favorit mereka dulu.
"gue gak nyangka lo akan bawa gue kesini lagi" kata ify.
"emang kenapa ?? lo gak suka gue bawa ke sini??" tanya rio penuh curiga.
"eh bukan gitu, gue seneng kok, seneng banget malah" kata ify sambil tersenyum manis.
'apa aku bisa terus sama kamu ? apa aku bisa terus liat senyum kamu itu fy?' batin rio.
Rio memegang tangan ify dan rio bisa melihat raut wajahnya yang berubah menjadi kaget, perlahan wajahnya mulai memerah. Rio tersenyum kecil.
"3tahun gue nunggu fy, dan gue pengen ngomong sesuatu sama lo sebelum semua terlambat" rio melihat raut keheranan di wajah ify, orang yang rio sayang.
"ngomong apaan ??" tanya ify penasaran. Rio tersenyum lembut pada ify dan tetap memegang erat tangan ify.
"apa lo tau perasaan gue selama ini ke lo??
Ify menatapku tak mengerti. Rio pun melanjutkan perkataannya "gue sayang sama lo ify, sayaaaanggg banget..apa lo gatau ?? apa sikap gue selama ini belom bisa nunjukin bahwa gue sayang sama lo ??" kata rio mengungkapkan perasaannya pada ify. Ify semakin tak mengerti
"lo nembak gue ??" tanya ify penuh rasa heran. Rio tersenyum untuk menjawab pertanyaannya yang berarti 'iya'
"hmm..gue pikir pikir dulu boleh ga ??" tanya ify.
"boleh, tapi jangan lama lama ya, ntar gue keburu pergi" kata rio.
"pergi ?? lo mau kemanaa ?? mau pindah ??" tanya ify dengan raut wajah sedih.
"bukan .. udah lo gak perlu tau. pokoknya gue tunggu jawaban dari lo" kata rio menjelaskan.
Suasana sepi beberapa saat, suara hp ify membuyarkan suasana sepi.
"halo ??" ify mengangkat telfonnya "yah, ntar dulu deh maa .... ih iyadeh aku pulang sekarang" ify menutup telfonnya.
Sambil mendesah kecil ify berkata "huh..anterin gue pulang yo" rio menatapnya heran.
"hoh kenapa ?? baru juga bentar" tanya rio pada ify.
"tapi gue disuruh pulang" kata ify dengan wajah cemberut
"oohh..iyadeh gue anter. tapi jangan lupa sama jawaban lo ya" kata rio mengingatkan ify.
"siap bos" kata ify sambil tertawa lepas.
'apa aku bisa ninggalin kamu fy ?? apa aku bisa liat kamu sedih kalo aku ninggalin kamu nanti ??' batin rio.
Rio menggandeng tangan ify menuju motornya dan mengantar ify pulang.
Skiipp..
Rio gelisah, sudah seminggu tak ada kabar dari ify. Seminggu setelah hari dimana rio menyatakan cinta padanya. Apa dia lupa sama rio ?? Atau dia kembali lagi ke singapura ?? Lalu bagaimana dengan jawaban dari pertanyaan rio ??
Tiba tiba kepala rio terasa pusing, darah segar menetes dari hidungnya. 'Oh Tuhan mengapa penyakitku semakin parah sajaa..' batin rio.
Rio membuka lagi map merah pemberian dokter tadi siang. Kangker otak stadium akhir.Rio melap hidungnya dengan tangan, lalu mengambil motor dan segera melaju kerumah ify.
Setelah rio sampai, rio melihat ramai sekali rumahnya. Rio turun dan mulai melangkah menuju halaman rumah ify. 'kenapa semua menangis ?? ada apa ini' pikir rio.
Saat aku memasuki rumah ify, betapa kagetnya rio melihat sosok seorang yang rio sayangi terbaring lemas tak bernyawa. Air mata rio pun mengalir membasahi pipinya.
"Iffyyyyyyy..."tangis rio pecah, rio tak bisa menahan air matanya lagi. Rio terpukul, rio tak bisa menerima kenyataan.
Dari dalam rio melihat acha, adik ify keluar menghampiri rio. Dia memberikan surat pada rio. Segera rio membuka surat itu, apa isi surat itu.
Dear rio,
Maafin gue ya, gue harus pergi ninggalin lo.Maaf selama ini gue ga cerita tentang penyakit gue ke lo, gue cuma ga pengen liat lo sedih.Maaf gue ga bisa habisin saat terakhir gue sama lo, gue yakin lo bisa tanpa gue.
Lo mau tau ga jawaban gue ?? gue mau yo, gue juga sayang sama lo. Udah lama gue nunggu lo nyatain cinta ke gue. Tapi kenapa baru sekarang ??
Gue sayang sama lo yo, tetep senyum ya pangerankuu ..
I love u forever
byee ...
Tangis rio semakin kencang, rio berlari menuju jasad ify yang tergeletak lemas. Rio mengguncangkan tubuh ify, berharap ify bangun dan memelu rio "Ifyy,, bangun fyy, bangunnn"
Tak lama kemudian rio merasakan pusing yang teramat sangat, rio merasakan hidungnya dialiri oleh darah segar. Matanya perlahan tak dapat melihat apa apa dan kemudian gelap.
Rio melihat ify tersenyum padanya mengajak rio menuju suatu keabadian. Rio memegang tangannya, rio ikut dengan ify menuju surga.
Ify lah cinta pertama dan terakhir Rio. Cinta yg abadi.
"rio .. turun nak" teriak bunda dari ruang tamu.
"ada apa sih bun ??" teriak rio dari dalam kamar.
"udah kamu buruan kesinii" jawab bunda.
Rio pun keluar kamar dengan malas-malasan, "kenapa sih bun ?? Rio tuh ca..." kata-kata rio terputus ketika melihat seorang gadis cantik tengah duduk di sofa. Saat dia melihat rio, dia melemparkan senyum yang sudah lama tak ku lihat. Seketika itu rasa cape rio hilang. Rio tersenyum.
"Ify??" kata rio tak percaya saat melihat seorang yang sangat rio sayangi. Seorang yang telah ditunggu rio selama 3tahun.
Cinta pertama rio.
"hy yo" sapa gadis itu yang ternyata bernama Ify
"bunda tinggal dulu ya Ify" kata bunda lalu pergi meninggalkan rio & ify.
Rio berlari menuju arah ify lalu memeluknya.
"Ifffyyyy kapan lo pulang?? gue kangeeen banget sm lo" 3tahun lalu Ify pergi ke singapura untuk berobat tapi rio juga tak tau apa penyakitnya.
"aduh..sakit yo" rintih ify kesakitan karena pelukan rio yang kencang,
"eh sorry fy, abisnya gue kangen banget sama lo" kata rio sambil tersenyum memandang wajah ify.
"haha biasa aja kali yo, gue tau kalo gue tuh ngangenin" kata ify sambil tertawa lepas.
"ih dasar .." kata rio sambil mengacak acak rambutnya
Skip aja yaah...
keesokan harinya
Rio mengajak ify pergi ke taman, tempat favorit mereka dulu.
"gue gak nyangka lo akan bawa gue kesini lagi" kata ify.
"emang kenapa ?? lo gak suka gue bawa ke sini??" tanya rio penuh curiga.
"eh bukan gitu, gue seneng kok, seneng banget malah" kata ify sambil tersenyum manis.
'apa aku bisa terus sama kamu ? apa aku bisa terus liat senyum kamu itu fy?' batin rio.
Rio memegang tangan ify dan rio bisa melihat raut wajahnya yang berubah menjadi kaget, perlahan wajahnya mulai memerah. Rio tersenyum kecil.
"3tahun gue nunggu fy, dan gue pengen ngomong sesuatu sama lo sebelum semua terlambat" rio melihat raut keheranan di wajah ify, orang yang rio sayang.
"ngomong apaan ??" tanya ify penasaran. Rio tersenyum lembut pada ify dan tetap memegang erat tangan ify.
"apa lo tau perasaan gue selama ini ke lo??
Ify menatapku tak mengerti. Rio pun melanjutkan perkataannya "gue sayang sama lo ify, sayaaaanggg banget..apa lo gatau ?? apa sikap gue selama ini belom bisa nunjukin bahwa gue sayang sama lo ??" kata rio mengungkapkan perasaannya pada ify. Ify semakin tak mengerti
"lo nembak gue ??" tanya ify penuh rasa heran. Rio tersenyum untuk menjawab pertanyaannya yang berarti 'iya'
"hmm..gue pikir pikir dulu boleh ga ??" tanya ify.
"boleh, tapi jangan lama lama ya, ntar gue keburu pergi" kata rio.
"pergi ?? lo mau kemanaa ?? mau pindah ??" tanya ify dengan raut wajah sedih.
"bukan .. udah lo gak perlu tau. pokoknya gue tunggu jawaban dari lo" kata rio menjelaskan.
Suasana sepi beberapa saat, suara hp ify membuyarkan suasana sepi.
"halo ??" ify mengangkat telfonnya "yah, ntar dulu deh maa .... ih iyadeh aku pulang sekarang" ify menutup telfonnya.
Sambil mendesah kecil ify berkata "huh..anterin gue pulang yo" rio menatapnya heran.
"hoh kenapa ?? baru juga bentar" tanya rio pada ify.
"tapi gue disuruh pulang" kata ify dengan wajah cemberut
"oohh..iyadeh gue anter. tapi jangan lupa sama jawaban lo ya" kata rio mengingatkan ify.
"siap bos" kata ify sambil tertawa lepas.
'apa aku bisa ninggalin kamu fy ?? apa aku bisa liat kamu sedih kalo aku ninggalin kamu nanti ??' batin rio.
Rio menggandeng tangan ify menuju motornya dan mengantar ify pulang.
Skiipp..
Rio gelisah, sudah seminggu tak ada kabar dari ify. Seminggu setelah hari dimana rio menyatakan cinta padanya. Apa dia lupa sama rio ?? Atau dia kembali lagi ke singapura ?? Lalu bagaimana dengan jawaban dari pertanyaan rio ??
Tiba tiba kepala rio terasa pusing, darah segar menetes dari hidungnya. 'Oh Tuhan mengapa penyakitku semakin parah sajaa..' batin rio.
Rio membuka lagi map merah pemberian dokter tadi siang. Kangker otak stadium akhir.Rio melap hidungnya dengan tangan, lalu mengambil motor dan segera melaju kerumah ify.
Setelah rio sampai, rio melihat ramai sekali rumahnya. Rio turun dan mulai melangkah menuju halaman rumah ify. 'kenapa semua menangis ?? ada apa ini' pikir rio.
Saat aku memasuki rumah ify, betapa kagetnya rio melihat sosok seorang yang rio sayangi terbaring lemas tak bernyawa. Air mata rio pun mengalir membasahi pipinya.
"Iffyyyyyyy..."tangis rio pecah, rio tak bisa menahan air matanya lagi. Rio terpukul, rio tak bisa menerima kenyataan.
Dari dalam rio melihat acha, adik ify keluar menghampiri rio. Dia memberikan surat pada rio. Segera rio membuka surat itu, apa isi surat itu.
Dear rio,
Maafin gue ya, gue harus pergi ninggalin lo.Maaf selama ini gue ga cerita tentang penyakit gue ke lo, gue cuma ga pengen liat lo sedih.Maaf gue ga bisa habisin saat terakhir gue sama lo, gue yakin lo bisa tanpa gue.
Lo mau tau ga jawaban gue ?? gue mau yo, gue juga sayang sama lo. Udah lama gue nunggu lo nyatain cinta ke gue. Tapi kenapa baru sekarang ??
Gue sayang sama lo yo, tetep senyum ya pangerankuu ..
I love u forever
byee ...
Tangis rio semakin kencang, rio berlari menuju jasad ify yang tergeletak lemas. Rio mengguncangkan tubuh ify, berharap ify bangun dan memelu rio "Ifyy,, bangun fyy, bangunnn"
Tak lama kemudian rio merasakan pusing yang teramat sangat, rio merasakan hidungnya dialiri oleh darah segar. Matanya perlahan tak dapat melihat apa apa dan kemudian gelap.
Rio melihat ify tersenyum padanya mengajak rio menuju suatu keabadian. Rio memegang tangannya, rio ikut dengan ify menuju surga.
Ify lah cinta pertama dan terakhir Rio. Cinta yg abadi.
Masa Laluku
Mengenang masa lalu yang pernah terjadi dalam hidupku…
Saat itu aku masih berada di kelas 5 SD , di mana kutemukan cinta pertamaku. Ia berada 1 tingkat di atasku , yaitu kelas 6SD saat itu. Aku menemukannya dan jatuh cinta padanya saat di sekolah minggu. Saat itu kami melakukan kegiatan outdoor dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang membuatku tak bias melepas pandanganku darinya. Tapi, aku tak member tahu bahwa aku jatuh cinta kepadanya, bahkan teman – temanku sendiri.
Suatu saat , temanku mengetahui bahwa aku menyukai kakak kelas itu dan kakak kelas itu ternyata adalah tetangga temanku itu.Dan hal itu pun menjadi rahasia kami berdua. Selama 2 tahun kami menyimpan rahasia kecil itu. Lalu, saatnya pengumuman kelulusan. Aku dan temanku lulus dengan peringkat memuaskan , ranking 1 dan 2. Saat itu, kakak kelas yang kusukai itu dating kepada temanku dan menyatakan perasaannya. Ternyata , ia menyukai temanku itu. Mungkin karena semata –mata tidak mau melukai perasaanku. Aku dating kepada mereka berdua , lalu aku berkata sambil tersenyum , “ Sudahlah. Aku tahu kamu menyukainya , terimalah ia. Aku tidak apa-apa. Jangan pikirkan perasaanku , ya. Jagalah ia… buatku… “ Lalu temanku itu memelukku dan berterimakasih kepadaku. Kakak kelas itu hanya tersenyum kepadaku. Senyum yang memiliki makna “ Terima Kasih “. Aku pun pergi.
Saat SMP , aku pindah sekolah dan tak bertemu mereka berdua lagi. Kalau memang ada kesempatan pun , lebih baik tak bertemu mereka. Aku takut luka yang sudah ditutup oleh orang lain akan terkoyak kembali. Ya, mungkin aku memang sebaiknya tak bertemu mereka lagi, walau ada rasa rindu untuk bertemu. Tapi, rasa sakit dan sedih menekanku. Sudahlah… Lebih baik begini saja…
Mengenang masa lalu yang pernah terjadi dalam hidupku…
Saat itu aku masih berada di kelas 5 SD , di mana kutemukan cinta pertamaku. Ia berada 1 tingkat di atasku , yaitu kelas 6SD saat itu. Aku menemukannya dan jatuh cinta padanya saat di sekolah minggu. Saat itu kami melakukan kegiatan outdoor dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang membuatku tak bias melepas pandanganku darinya. Tapi, aku tak member tahu bahwa aku jatuh cinta kepadanya, bahkan teman – temanku sendiri.
Suatu saat , temanku mengetahui bahwa aku menyukai kakak kelas itu dan kakak kelas itu ternyata adalah tetangga temanku itu.Dan hal itu pun menjadi rahasia kami berdua. Selama 2 tahun kami menyimpan rahasia kecil itu. Lalu, saatnya pengumuman kelulusan. Aku dan temanku lulus dengan peringkat memuaskan , ranking 1 dan 2. Saat itu, kakak kelas yang kusukai itu dating kepada temanku dan menyatakan perasaannya. Ternyata , ia menyukai temanku itu. Mungkin karena semata –mata tidak mau melukai perasaanku. Aku dating kepada mereka berdua , lalu aku berkata sambil tersenyum , “ Sudahlah. Aku tahu kamu menyukainya , terimalah ia. Aku tidak apa-apa. Jangan pikirkan perasaanku , ya. Jagalah ia… buatku… “ Lalu temanku itu memelukku dan berterimakasih kepadaku. Kakak kelas itu hanya tersenyum kepadaku. Senyum yang memiliki makna “ Terima Kasih “. Aku pun pergi.
Saat SMP , aku pindah sekolah dan tak bertemu mereka berdua lagi. Kalau memang ada kesempatan pun , lebih baik tak bertemu mereka. Aku takut luka yang sudah ditutup oleh orang lain akan terkoyak kembali. Ya, mungkin aku memang sebaiknya tak bertemu mereka lagi, walau ada rasa rindu untuk bertemu. Tapi, rasa sakit dan sedih menekanku. Sudahlah… Lebih baik begini saja…
CAHAYA BULAN
Cerpen Guy de Maupassant
Madame Julie Roubere tengah menanti kedatangan kakak perempuannya, Madame Henriette Letore, yang baru saja kembali dari perjalanan ke Negeri Swiss.
Seluruh keluarga Lotere melancong semenjak lima minggu lalu. Madame Henriette mengizinkan suaminya pulang sendirian ke kampung halamannya di Calvados, karena ada beberapa urusan bisnis yang harus diselesaikan, dan menghabiskan beberapa malam di Paris bersama kakaknya. Malam berlalu. Dalam keheningan yang senyap, Madame Roubere asyik membaca dengan pikiran kosong, sesekali menaikkan alis matanya setiap kali mendengar suara.
Akhirnya, pintu rumahnya diketuk, dan kakaknya muncul dalam balutan jaket tebal. Dan tanpa salam formal, mereka berpelukan penuh kasih dalam waktu yang cukup lama, melepaskan pelukan sebentar lalu saling memeluk lagi. Kemudian, mereka saling menanyakan kabar, keluarga dan ribuan hal lain, menggosip dan saling menyela, sementara Madame Henriette sibuk melepas jaket dan topinya.
Malam cukup gelap. Madame Roubere menyalakan lampu kecil, dan tak lama kemudian, dia acungkan lampu itu ke atas untuk menatap wajah kakaknya, lalu memeluknya sekali lagi. Namun, betapa terkejutnya dia saat menatap wajah kakak tercintanya itu. Dia mundur dan tampak ketakutan.
Di kepala Madame Letore tampak dua gepok besar rambut putih. Sisanya, rambut itu tampak hitam pekat berkilauan dan di setiap sisi kepalanya terdapat dua sisiran keperakan yang menyusur ke tengah gumpalan rambut hitam yang mengitarinya. Dia baru berumur 24 tahun, dan tentu saja perubahan ini benar-benar mengejutkan dia semenjak kepergiannya ke Swiss.
Tanpa bergerak sedikit pun, Madame Roubere menatap penuh keheranan, titik-titik air mata menetes ke kedua pipinya. Pikirannya berkecamuk, bencana apa yang telah terjadi pada kakaknya.
Dia bertanya, "Apa yang terjadi padamu, Henriette?"
Dengan menyunggingkan senyuman di wajahnya yang sedih, senyum seseorang yang patah hati, Henriette menjawab, "Tidak ada apa-apa. Sumpah. Apakah kamu sedang memperhatikan rambut putihku ini?"
Tetapi Madame Roubere keburu merampas pundaknya, menatapnya tajam, dan mengulangi pertanyaannya lagi.
"Apa yang terjadi padamu? Ayo katakan, apa yang telah terjadi. Dan jika kamu berbohong, aku pasti akan mengetahuinya."
Mereka masih saling pandang, dan Madame Henriette, yang terlihat seolah-olah hendak pingsan, meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.
Adiknya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padamu? Apa yang terjadi? Ayo jawab aku!"
Dengan suara patah-patah sambil tersedu, Henriette menjawab, "Aku … aku punya seorang kekasih."
Ketika sedikit lebih tenang, ketika degup jantungnya yang keras mulai mereda, dia memasrahkan kepalanya ke dada adiknya seolah-olah hendak melepaskan semua beban hatinya, untuk menguras seluruh derita yang telah menyesakkan dadanya.
Dengan tangan saling bergenggaman, dua kakak beradik ini berjalan menuju sofa di sudut ruangan yang gelap. Mereka tenggelam dalam keharuan, sang adik memeluk kakaknya erat-erat untuk mendekatkan diri, lalu mendengarkan.
"Oh! Aku tahu kalimatku ini tidak masuk akal; aku bahkan tidak dapat memahami diriku sendiri, dan semenjak itu aku merasa telah menjadi orang gila. Berhati-hatilah, adikku, berhati-hatilah dengan dirimu sendiri! Jika saja kamu tahu betapa lemahnya kita, betapa cepatnya kita menyerah dan jatuh. Cukup satu momen kelembutan saja, satu masa melankolis yang menerpamu di antara ribuan kerinduan untuk membuka tanganmu, untuk mencintai, menyukai sesuatu, maka kamu pun akan dengan mudah jatuh.
Kamu mengenal suamiku, dan kamu tahu betapa aku mencintainya; tetapi dia pria yang matang dan rasional, dan tak mampu memahami getaran lembut hati seorang wanita. Dia selalu sama, selalu baik, selalu tersenyum, selalu ramah, selalu sempurna. Oh! Betapa kadang-kadang aku berharap agar dia memelukku dalam kedua tangannya lalu memberiku ciuman lembut yang manis dan pelan-pelan. Betapa aku berharap agar dia menjadi pria yang bodoh, bahkan lemah, sehingga dia merasa membutuhkanku, membutuhkan belaianku dan air mataku.
Semua ini kelihatannya culun; tetapi kita, para wanita, memang ditakdirkan seperti itu. Apa daya kita? Tapi, tidak pernah terpikir olehku untuk meninggalkan suamiku. Sekarang terjadi, tanpa cinta, tanpa alasan, tanpa apa pun, hanya karena bulan telah menyinariku suatu malam di pinggir Danau Lucerne itu.
Selama satu bulan itu, ketika kami melakukan perjalanan bersama, suamiku, dengan sikapnya yang masih acuh tak acuh, telah melumpuhkan semangatku, memadamkan rasa puitisku. Ketika kami menuruni jalan-jalan di pegunungan saat matahari terbit, ketika dua ekor kuda saling bersenda-gurau, dalam keremangan kabut, kami memandang lembah, hutan, sungai dan pedesaan, aku bertepuk tangan keras-keras dan berkata kepadanya: ’Betapa indahnya, wahai suamiku! Beri aku ciuman! Cium aku!’ Dia hanya menjawab, dengan senyum dinginnya: ’Tidak ada alasan bagi kita untuk saling berciuman hanya karena kamu menyukai pemandangan ini.’
Dan kalimatnya itu telah membekukan hatiku. Menurutku, ketika dua orang saling mencintai, mereka harusnya semakin tersentuh oleh pemandangan-pemandangan yang indah. Aku membeku bersama puisi hatiku. Aku seperti tungku yang tersiram atau botol yang tersegel rapat.
Suatu malam (kami menginap empat malam di sebuah hotel di Fluelen), karena sakit kepala, Robert langsung tidur setelah makan malam, dan aku berjalan sendirian menyusuri jalan di pinggir danau itu.
Malam itu berlalu seperti dongeng-dongeng sebelum tidur. Bulan purnama mendadak muncul di atas langit; pegunungan tinggi, dengan semburat putih salju, seperti mengenakan mahkota warna perak; air danau gemericik dengan riak-riak kecil yang berkilauan. Udara begitu lembut, dengan kehangatan yang merasukiku sampai seperti mau pingsan. Aku begitu kepayang tanpa sebab apa pun. Tetapi, betapa peka, betapa bergolaknya hati saat itu! Jantungku berdegup keras dan emosiku semakin kuat.
Aku duduk di atas rumput, menatap danau yang luas, melankolis dan menakjubkan itu, seolah-olah ada perasaan aneh merasukiku; aku terangkum dalam rasa haus akan cinta yang tak terlegakan, sebuah pemberontakan terhadap kebodohanku sepanjang hidupku. Apa! Tidakkah menjadi takdir bagiku untuk dapat berjalan dengan seorang pria yang kucintai, dengan tangan saling berpelukan dan mulut saling berciuman, di pinggir danau seperti ini? Tidak bolehkah bibirku mengecap dalamnya ciuman yang lezat dan memabukkan di malam yang telah diciptakan Tuhan untuk dinikmati? Apakah ini nasibku untuk tidak meresapi indahnya cinta dalam bayang-bayang cahaya bulan di malam musim panas ini?
Lalu tangisku meledak seperti wanita gila. Kudengar sesuatu bergerak di belakangku. Dan seorang pria berdiri di sana, menatapku tajam. Ketika kupalingkan kepalaku, dia mengenaliku dan berkata, ’Kamu menangis, nyonya?’
Dialah pemuda yang tengah melancong bersama ibunya, dan kami sering bertemu. Matanya seringkali menguntitku. Aku begitu bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Kujawab saja bahwa aku sedang sakit.
Dia berjalan di dekatku dengan cara yang santun dan lembut, lalu mulai berbicara kepadaku tentang perjalanan kami. Segala yang kurasakan telah dia terjemahkan ke dalam kata-kata. Segala hal yang membuatku bergairah dapat dia pahami dengan sempurna, lebih baik dari diriku sendiri. Dan tiba-tiba dia mengutip larik-larik puisi Alfred de Musset. Tenggorokanku tersekat, aku terpesona dengan emosi yang meluap-luap. Terlihat di sekelilingku, pegunungan, danau dan cahaya bulan tengah bernyanyi untukku.
Lalu terjadilah. Entahlah. Aku tak tahu kenapa, semacam sebuah halusinasi.
Aku tidak bertemu lagi dengannya, sampai suatu pagi dia harus melanjutkan perjalanannya lagi. Dia memberiku sebuah kartu!"
Lalu, sambil jatuh ke dalam pelukan adik perempuannya itu, Madame Lotere menangis sesenggukan, nyaris seperti anak kecil. Madame Roubere, dengan wajah serius, berkata dengan lembut, "Dengarlah, kakakku, seringkali bukanlah seorang pria yang sesungguhnya kita cintai, tetapi cinta itu sendiri. Dan cahaya bulanlah yang menjadi kekasih sejatimu malam itu."
Catatan: Judul asli Moonlight karya Guy de Maupassant. Cerpen ini diterjemahkan oleh Ribut Wahyudi, penulis dan pengelola penerbitan di Jogja. Guy de Maupassant adalah cerpenis kelahiran Chateau de Miromesniel, Dieppe pada 5 Agustus 1850. Selama hidupnya, dia telah menulis lebih dari 300 cerita pendek, enam novel, tiga buku perjalanan, dan sebuah kumpulan puisi. Maupassant sudah menderita sifilis semenjak usia 20 tahun. Pada 2 Januari 1892, dia berusaha bunuh diri dengan menusuk tenggorokannya sendiri. Dia meninggal pada 6 Juli 1893.
Cerpen Guy de Maupassant
Madame Julie Roubere tengah menanti kedatangan kakak perempuannya, Madame Henriette Letore, yang baru saja kembali dari perjalanan ke Negeri Swiss.
Seluruh keluarga Lotere melancong semenjak lima minggu lalu. Madame Henriette mengizinkan suaminya pulang sendirian ke kampung halamannya di Calvados, karena ada beberapa urusan bisnis yang harus diselesaikan, dan menghabiskan beberapa malam di Paris bersama kakaknya. Malam berlalu. Dalam keheningan yang senyap, Madame Roubere asyik membaca dengan pikiran kosong, sesekali menaikkan alis matanya setiap kali mendengar suara.
Akhirnya, pintu rumahnya diketuk, dan kakaknya muncul dalam balutan jaket tebal. Dan tanpa salam formal, mereka berpelukan penuh kasih dalam waktu yang cukup lama, melepaskan pelukan sebentar lalu saling memeluk lagi. Kemudian, mereka saling menanyakan kabar, keluarga dan ribuan hal lain, menggosip dan saling menyela, sementara Madame Henriette sibuk melepas jaket dan topinya.
Malam cukup gelap. Madame Roubere menyalakan lampu kecil, dan tak lama kemudian, dia acungkan lampu itu ke atas untuk menatap wajah kakaknya, lalu memeluknya sekali lagi. Namun, betapa terkejutnya dia saat menatap wajah kakak tercintanya itu. Dia mundur dan tampak ketakutan.
Di kepala Madame Letore tampak dua gepok besar rambut putih. Sisanya, rambut itu tampak hitam pekat berkilauan dan di setiap sisi kepalanya terdapat dua sisiran keperakan yang menyusur ke tengah gumpalan rambut hitam yang mengitarinya. Dia baru berumur 24 tahun, dan tentu saja perubahan ini benar-benar mengejutkan dia semenjak kepergiannya ke Swiss.
Tanpa bergerak sedikit pun, Madame Roubere menatap penuh keheranan, titik-titik air mata menetes ke kedua pipinya. Pikirannya berkecamuk, bencana apa yang telah terjadi pada kakaknya.
Dia bertanya, "Apa yang terjadi padamu, Henriette?"
Dengan menyunggingkan senyuman di wajahnya yang sedih, senyum seseorang yang patah hati, Henriette menjawab, "Tidak ada apa-apa. Sumpah. Apakah kamu sedang memperhatikan rambut putihku ini?"
Tetapi Madame Roubere keburu merampas pundaknya, menatapnya tajam, dan mengulangi pertanyaannya lagi.
"Apa yang terjadi padamu? Ayo katakan, apa yang telah terjadi. Dan jika kamu berbohong, aku pasti akan mengetahuinya."
Mereka masih saling pandang, dan Madame Henriette, yang terlihat seolah-olah hendak pingsan, meneteskan air mata dari kedua sudut matanya.
Adiknya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padamu? Apa yang terjadi? Ayo jawab aku!"
Dengan suara patah-patah sambil tersedu, Henriette menjawab, "Aku … aku punya seorang kekasih."
Ketika sedikit lebih tenang, ketika degup jantungnya yang keras mulai mereda, dia memasrahkan kepalanya ke dada adiknya seolah-olah hendak melepaskan semua beban hatinya, untuk menguras seluruh derita yang telah menyesakkan dadanya.
Dengan tangan saling bergenggaman, dua kakak beradik ini berjalan menuju sofa di sudut ruangan yang gelap. Mereka tenggelam dalam keharuan, sang adik memeluk kakaknya erat-erat untuk mendekatkan diri, lalu mendengarkan.
"Oh! Aku tahu kalimatku ini tidak masuk akal; aku bahkan tidak dapat memahami diriku sendiri, dan semenjak itu aku merasa telah menjadi orang gila. Berhati-hatilah, adikku, berhati-hatilah dengan dirimu sendiri! Jika saja kamu tahu betapa lemahnya kita, betapa cepatnya kita menyerah dan jatuh. Cukup satu momen kelembutan saja, satu masa melankolis yang menerpamu di antara ribuan kerinduan untuk membuka tanganmu, untuk mencintai, menyukai sesuatu, maka kamu pun akan dengan mudah jatuh.
Kamu mengenal suamiku, dan kamu tahu betapa aku mencintainya; tetapi dia pria yang matang dan rasional, dan tak mampu memahami getaran lembut hati seorang wanita. Dia selalu sama, selalu baik, selalu tersenyum, selalu ramah, selalu sempurna. Oh! Betapa kadang-kadang aku berharap agar dia memelukku dalam kedua tangannya lalu memberiku ciuman lembut yang manis dan pelan-pelan. Betapa aku berharap agar dia menjadi pria yang bodoh, bahkan lemah, sehingga dia merasa membutuhkanku, membutuhkan belaianku dan air mataku.
Semua ini kelihatannya culun; tetapi kita, para wanita, memang ditakdirkan seperti itu. Apa daya kita? Tapi, tidak pernah terpikir olehku untuk meninggalkan suamiku. Sekarang terjadi, tanpa cinta, tanpa alasan, tanpa apa pun, hanya karena bulan telah menyinariku suatu malam di pinggir Danau Lucerne itu.
Selama satu bulan itu, ketika kami melakukan perjalanan bersama, suamiku, dengan sikapnya yang masih acuh tak acuh, telah melumpuhkan semangatku, memadamkan rasa puitisku. Ketika kami menuruni jalan-jalan di pegunungan saat matahari terbit, ketika dua ekor kuda saling bersenda-gurau, dalam keremangan kabut, kami memandang lembah, hutan, sungai dan pedesaan, aku bertepuk tangan keras-keras dan berkata kepadanya: ’Betapa indahnya, wahai suamiku! Beri aku ciuman! Cium aku!’ Dia hanya menjawab, dengan senyum dinginnya: ’Tidak ada alasan bagi kita untuk saling berciuman hanya karena kamu menyukai pemandangan ini.’
Dan kalimatnya itu telah membekukan hatiku. Menurutku, ketika dua orang saling mencintai, mereka harusnya semakin tersentuh oleh pemandangan-pemandangan yang indah. Aku membeku bersama puisi hatiku. Aku seperti tungku yang tersiram atau botol yang tersegel rapat.
Suatu malam (kami menginap empat malam di sebuah hotel di Fluelen), karena sakit kepala, Robert langsung tidur setelah makan malam, dan aku berjalan sendirian menyusuri jalan di pinggir danau itu.
Malam itu berlalu seperti dongeng-dongeng sebelum tidur. Bulan purnama mendadak muncul di atas langit; pegunungan tinggi, dengan semburat putih salju, seperti mengenakan mahkota warna perak; air danau gemericik dengan riak-riak kecil yang berkilauan. Udara begitu lembut, dengan kehangatan yang merasukiku sampai seperti mau pingsan. Aku begitu kepayang tanpa sebab apa pun. Tetapi, betapa peka, betapa bergolaknya hati saat itu! Jantungku berdegup keras dan emosiku semakin kuat.
Aku duduk di atas rumput, menatap danau yang luas, melankolis dan menakjubkan itu, seolah-olah ada perasaan aneh merasukiku; aku terangkum dalam rasa haus akan cinta yang tak terlegakan, sebuah pemberontakan terhadap kebodohanku sepanjang hidupku. Apa! Tidakkah menjadi takdir bagiku untuk dapat berjalan dengan seorang pria yang kucintai, dengan tangan saling berpelukan dan mulut saling berciuman, di pinggir danau seperti ini? Tidak bolehkah bibirku mengecap dalamnya ciuman yang lezat dan memabukkan di malam yang telah diciptakan Tuhan untuk dinikmati? Apakah ini nasibku untuk tidak meresapi indahnya cinta dalam bayang-bayang cahaya bulan di malam musim panas ini?
Lalu tangisku meledak seperti wanita gila. Kudengar sesuatu bergerak di belakangku. Dan seorang pria berdiri di sana, menatapku tajam. Ketika kupalingkan kepalaku, dia mengenaliku dan berkata, ’Kamu menangis, nyonya?’
Dialah pemuda yang tengah melancong bersama ibunya, dan kami sering bertemu. Matanya seringkali menguntitku. Aku begitu bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Kujawab saja bahwa aku sedang sakit.
Dia berjalan di dekatku dengan cara yang santun dan lembut, lalu mulai berbicara kepadaku tentang perjalanan kami. Segala yang kurasakan telah dia terjemahkan ke dalam kata-kata. Segala hal yang membuatku bergairah dapat dia pahami dengan sempurna, lebih baik dari diriku sendiri. Dan tiba-tiba dia mengutip larik-larik puisi Alfred de Musset. Tenggorokanku tersekat, aku terpesona dengan emosi yang meluap-luap. Terlihat di sekelilingku, pegunungan, danau dan cahaya bulan tengah bernyanyi untukku.
Lalu terjadilah. Entahlah. Aku tak tahu kenapa, semacam sebuah halusinasi.
Aku tidak bertemu lagi dengannya, sampai suatu pagi dia harus melanjutkan perjalanannya lagi. Dia memberiku sebuah kartu!"
Lalu, sambil jatuh ke dalam pelukan adik perempuannya itu, Madame Lotere menangis sesenggukan, nyaris seperti anak kecil. Madame Roubere, dengan wajah serius, berkata dengan lembut, "Dengarlah, kakakku, seringkali bukanlah seorang pria yang sesungguhnya kita cintai, tetapi cinta itu sendiri. Dan cahaya bulanlah yang menjadi kekasih sejatimu malam itu."
Catatan: Judul asli Moonlight karya Guy de Maupassant. Cerpen ini diterjemahkan oleh Ribut Wahyudi, penulis dan pengelola penerbitan di Jogja. Guy de Maupassant adalah cerpenis kelahiran Chateau de Miromesniel, Dieppe pada 5 Agustus 1850. Selama hidupnya, dia telah menulis lebih dari 300 cerita pendek, enam novel, tiga buku perjalanan, dan sebuah kumpulan puisi. Maupassant sudah menderita sifilis semenjak usia 20 tahun. Pada 2 Januari 1892, dia berusaha bunuh diri dengan menusuk tenggorokannya sendiri. Dia meninggal pada 6 Juli 1893.
Nah, bagaimana cerpen cinta diatas. menarik bukan? anda mungkin memiliki pengalaman seperti yang tertuang dalam cerpen diatas, haha. baiklah, sekian dulu mengenai kumpulan cerpennya. imedz
Spesial thanks to LokerSeni.web.id