Memahami Demokrasi Menurut Ayat-Ayat AL-Qur'an
Didalam surat as-syura’ ayat 38 ini juga menjelaskan masalah musyawarah yang baik dan benar dengan beberapa cara diantarnya :
1. Yang di musyawarahkan tidak dilarang oleh agama
2. Tidak boleh dalam musyawarah itu mengangkat seorang pemimpin yang tidak beragama islam.
Nah, berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam persoalan Musyawarah ini adalah :
1. Bagaimana cara bermusyawarah yang baik dan benar yang sesuai dengan surat al-imran ayat 159
2. Bagaimana cara musyawarah agar tidak dilarang dalam agama.
Adapun tujuannya Musyawarah sangat beragam dan semuanya mengandung nilai positif,
beberapa diantaranya adalah :
1. Dapat mengetahui bagaimana cara musyawarah yang baiak dan benar yang sesuai dengan suart al-imran
2. Dapat mengetahui cara yang tidak dilarang dalam agama
1. Dapat mengetahui bagaimana cara musyawarah yang baiak dan benar yang sesuai dengan suart al-imran
2. Dapat mengetahui cara yang tidak dilarang dalam agama
Adapun manfaatnya yaitu :
1. Mengetahui musyawarah yang baik dan benar
2. Mengetahui cara musyawarah yang tidak dilarang dalam agama.
Bila melihat beberapa ayat dalam Al-Qur’an, nampak ada beberapa ayat yang cenderung kepada anjuran untuk mengatur suatu negara ( ummat ) dalam sistem demokrasi, yaitu sebuah sistem pemerintahan yang mengakui hak segenap anggota masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, baik langsung atau tidak langsung. Dan dalam pengambilan keputusan itu dasarnya adalah musyawarah untuk mencapai mupakat.
Berikut ini akan diuraikan konsep demokrasi menurut Al-Qur’an :
A. Musyawarah Sebagai Dasar Demokrasi
Surah Ali-imran : 158 – 159
Artinya :
“Maka berkat rahmat Allahlah engkau (muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertakwa.”(Q.S. Ali-imran : 159 )
Ayat diatas dari segi redaksional ditujukan kepada nabi Muhammad SAW. Agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan para sahabat atau anggota masyarakatnya. Tetapi ayat ini juga merupakan petunjuk bagi setiap muslim, khususnya bagi setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.
Diawal surah tadi disebutkan bahwa karena rahmat Allohlah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Unggkapan ini mengisaratkan bahwa untuk bisa melaksanakan musyawarah dengan baik, baik pihak yang ditunjuk sebagai ketua dalam acara musyawarah, maupun pihak yang menjadi anggoata atau peserta, harus bersikap lemah lembut, mau menghargai dan menghormati hak dan kewajiban oarang lain, tidak ingin menang sendiri, dan tidak memaksakan kehendak sendiri untuk orang lain.
Bila terjadi silang pendapat yang menjadikan orang lain tersinggung atau sakit hati, semua pihak harus saling memaafkan.
Suasana seperti ini harus bisa dikondisikan dalam setiap mengambil keputusan bersama, dan insyaAllah musyawarah akan berjalan dengan baik, yang akhirnya akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi semua pihak.
Itulah petunjuk Al-Qur’an bagi pelaksanaan musyawarah sebagai dasar dalam pengambilan keputusan mengenai urusan keduniaan atau muamalah dan menyangkut kepentingan orang banyak, seperti membangun masjid, madrasah, dan jalan umum, memilih ketua RT, RW, atau kepala Desa. Semua itu harus dilakukan dengan cara musyawarah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.
Sedangkan hal-hal yang perlu dimusyawarahkan adalah hal-hal yang terkait dengan urusan mu’amalah, sementara masalah aqidah dan ibadah sudah jelas petunjuknya baik dari Al-Qur’an maupun dari Hadist Nabi.
Mengenai urusan dunia, Rasulullah SAW. Memberi kebebasan kepada ummatnya untuk membicarkan bersama apa yang terbaik. Hal ini berdasarkan hadist yaitu :
Artinya :
“Kalian lebih mengetahui persoalan dunia kalian.”
Dan dalam hadist yang lain Nabi bersabda :
Artinya :
“yang berkaitan dengan urusan agama kalian, maka kepadaku rujukannya, dan yang berkaitan dengan urusan dunia kalian, maka kalian lebih mengetahuinya.”
Dari kedua hadist diatas tadi jelas bahwa hal-hal yang perlu dimusyawarahkan antara ummat itu adalah yang terkait dengan masalah keduniaan, bukan masala aqidah dan ibadah.
Pelajaran yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
- Seseorang yang dipercaya menjadi pemimpin dalam menghadapi rakyatnya harus bersikap lemah lembut.
- Seorang pemimpin juga harus lapang dada dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi dilingkungan rakyatnya.
- Dalam memecahkan segala urusan yang terkait dengan kepentingan orang banyak, seorang pemimpin tidak boleh mengambil keputusan sendiri, tetapi harus meminta pendapat orang lain dengan jalan musyawarah.
- Hal-hal yang bisa dimusyawarahkan hanya hal-hal yang terkait dengan masalah mu’amalah, bukan masalah aqidah dan ibadah.
B. Musyawarah Untuk Hal-Hal Yang Baik.
Artinya :
“Dan (bagi) orang-oarang yang menerima (mematuhi) seruan tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka ( diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mengimfakkan sebagian dari rizki yang kami beri kepada mereka. (Q.S.Asy-syura’:38)
Ayat ini turun sebagai ujian kepada kelompok muslim madinah (Anshar) yang bersedia membela Nabi Muhammad SAW. Dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka laksanakan dirumah Abu Ayyub Al-Anshari. Namun demikian, ayat ini juga berlaku umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan musyawarah.
Bila kita membuka sejarah islam khususnya sejarah empat khalifah Rasulullah SAW; yaitu Abu Bakar, Umar bin khattab, usman bin-affan, Ali bin Abi-thalib dapat kita ketahui mulai dari cara pengangkatan masing-masing dari mereka sampai dengan cara mereka memimpin, dan menyelesaikan urusan mereka semua dilaksanakan dengan musyawarah.
Dalam melakukan musyawarah, tentu ada beberapa perinsip yang harus dipedomani oleh para peserta musyawarah, antara lain :
1. Tidak boleh melakukan musyawarah unutk hal-hal yang dilarang agama. Larangan ini dapat dipahami dari isi ayat 12 surah Al-Mumtahanah sebagai berikut :
Artinya :
“Wahai Nabi apabila perempuan-prempuan datang kepadamu untuk mengadakan baiat ( janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apapun dengan allah; tidak akan mencuri, tidak akan berjina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan membuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada allah. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang.(Q.S.AL-Mumtahanah: 12)
2. Tidak boleh melakukan musyawarah untuk mengangkat seorang pemimpin yang tidak beragama islam . Larangan ini dapat dipahami dari isi ayat 51 surah al-maidah sebagai berikut :
artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan orang yahudi dan nasrani sebagai teman setiamu; mereka satu sama lain saling melindungi, barang siapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. ( Q.S.AL-Maidah:51)
- Allah memuji orang mu’min yang melakukan musyawarah dalam menyelesaikan urusannya bersama orang lain.
- Empat khalifah yang menggantikan Rasulullah secara bergantian, dipilih dan diangkat secara demokratis melalui musyawarah.
- Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati hal-hal yang tidak dibolehkan oleh syara’ (agama)
- Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati pengangkatan seorang pemimpin yang bukan orang muslim.
Kesimpulan
- Seorang yang dipercaya menjadi pemimpin dalam menghadapi rakyatnya harus bersikap lemah lembut, tegas dan berwibawa.
- Seorang pemimpin juga harus lapang dada dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi di lingkungan rakyatnya.
- Dalam memecahkan segala urusan yang terkait dengan kepentingan orang banyak, seorang pemimpin tidak boleh mengambil keputusan sendiri, tetapi harus meminta pendapat orang lain dengan jalan musyawarah.
- Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati hal-hal yang tidak dibolehkan oleh (agama)
- Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati pengangkatan seorang pemimpin yang bukan muslim.